RI3SKA.COM – Siapa tak kenal Li Ziqi? Bintang baru, kelahiran 6 Juli 1990 ini ramai di jagat YouTube, sejak 2016 dan sekarang sudah memiliki setidaknya 13,6 juta pengikut.

Dalam tayangannya, tampak tubuhnya ramping, rambutnya hitam, panjang terurai, gerakannya gemulai diantara rumpun bambu dan rambatan pohon labu. Saat naik kuda, kostumnya bak putri raja dalam film roman klasik. Tapi jangan salah, saat dia memegang palu, pacul, golok, gergaji, bahkan mengangkut batu, dia setegar karang setangguh tembok Cina. 

Dalam saluran YouTube nya ia tampil tanpa suara, mulai dari tugas memasak sampai tandur padi, menggali kolam, membangun jalur rambatan untuk tanaman labu, membuat tungku untuk memanggang, membuat perabotan rumah tangga dari bambu, menganyam keranjang, menenun kapas dan menyulam, membuat bale bengong, semua kegiatan yang biasa dilakukan para kuli, dilakukannya dalam kebisuan yang anehnya saat menonton, dia tidak melakukannya dengan gaya yang sok macho, malah kita dipukau dengan keanggunan abadi.

Perempuan kelahiran Pingwu, Mianyang, Sichuan, Cina ini dikabarkan memiliki masa kecil yang gundah gulana, ayah ibunya bercerai, kemudian ia tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Sayang ayahnya meninggal di usia muda, sehingga Li Ziqi diperlakukan kasar oleh ibu tirinya.

Umur 14 tahun, ia hidup sendirian di kota besar, menjalani pekerjaan serabutan, mulai menjadi asisten tukang listrik sampai menjadi DJ diskotik. Semua diembannya, demi bertahan hidup. Sayang, pada tahun 2014 neneknya di kampung sakit keras dan ia harus kembali ke desa, merawat sang nenek, satu-satunya permata yang dia miliki.

Li Ziqi kemudian mulai merekam kehidupannya dalam video dan dia unggah dalam platform video Cina, yang disambut antusias dan mampu meraih hati para pemujanya yang mencapai sekitar 50 juta orang, kemudian ia juga mengunggah videonya melalui YouTube, kini kekayaannya diperkirakan 8 miliar USD.

Banyak orang yang curiga dan sempat skeptis, dan menduga bahwa ia tidak melakukannya sendirian  proses pembuatan video-nya.  Li Ziqi mengaku, dibantu tim yang terdiri dari
2 orang yaitu dirinya sebagai sutradara dan peran utama dengan dibantu oleh dua orang yaitu videographer dan seorang asisten.

Dalam rangka merayakan Imlek, saya kembali merenungkan Li Ziqi, namun bukanlah niat saya untuk mendorong orang menjadi Youtuber atau influencer, tapi agar kita mencoba memperhatikan dengan seksama kisahnya.

Apa yang dilakukan Li Ziqi adalah mendokumentasikan harta warisan adiluhung, tata cara mengolah hasil bumi dengan tangan dan secara manual, dan semuanya bisa dilakukan tanpa mengeluh, karena semua serba manual dan organik. Ia juga berhasil memperlihatkan  cara hidup yang berprinsip lestari dan alami.

Sebagai contoh Ia menanam benih kapas, kemudian memanen kapas, memintal, menenun, menjahit, mewarnai, menyulamnya dan jadilah sepotong pakaian indah. Semua dikerjakannya dari nol. Ia juga mengambil telur bebek, menetaskannya, memelihara bebeknya, kemudian bebeknya menetaskan telur dan membuat telur asin. Semua dikerjakan dari nol.

Ia juga memperlihatkan teknik mengawetkan makanan, dari mulai mengeringkan, fermentasi, mengasapi, manisan, asinan, rendaman minyak, sampai membuat olahan daging seperti sosis, ham, dan sebagainya.

Apa yang dilakukan Li Ziqi tidak hanya memproduksi, tapi membagikan kearifan hidup, bagaimana manusia tak hanya memiliki kemampuan membuat, tapi juga menyimpan, mengawetkan dan mengolah.

Hewan memiliki kemampuan menyimpan, tapi dalam produk mentah sehingga bisa buruk. Manusia diberi kemampuan mengolah produk dengan berbagai metode, sehingga manusia punya daya tahan hidup karena apa yang ditanam dan dipetik tidak langsung habis.

Manusia diberi kesempatan untuk bertahan menghadapi alam, wabah dan bencana, karena memiliki kemampuan mengolah makanan untuk disimpan dalam jangka waktu lama.
Li Ziqi juga memperlihatkan semua peralatannya yang serba manual.

Dari mulai alat menggiling beras menjadi tepung, alat pemeras tebu, alat menyaring tahu, alat pintal, tenun, cetak gula, cetak permen, semuanya bahan natural entah itu kayu, bambu atau batu. Tidak pernah sekalipun saya lihat peralatan yang dibuat dari plastik, semua dari bahan natural, tungku pun terbuat dari batu dengan bahan bakar kayu. Selain tungku raksasa, ia juga punya anglo, tungku kecil yang bisa disimpan di atas meja dan memproses dalam api kecil.

Yang ditangkap Li Ziqi dalam setiap episodenya adalah buah kecerdasan orang desa. Li Ziqi tak hanya pandai memasak, ia pandai menjaga peradaban dan Ilmu bertahan dengan mengolah hasil bumi agar tidak busuk dan bisa menjadi berbagai macam produk yang tahan lama. Satu hal yang membuat program ini layak tayang dan layak coba, semua diolah dengan peralatan manual dan sederhana.

Meski semua resepnya ditampilkan dalam huruf Cina, saya mencoba  mengikuti beberapa metode memasak yang dia lakukan, dari menanam ubi jalar sampai mengolah ubi menjadi mie, sungguh suatu proses yang panjang dan melelahkan, tapi dia lakukan semua dari nol.

Li Ziqi melakukan hal-hal yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya dan beberapa metode pengawetan dan pengolahan hasil panen, cukup familiar  juga oleh warga Italia, seperti bagiamana mempertahankan hasil panen agar dapat bertahan di empat musim.

Apa yang membuat Cina dan Italia sama-sama juara dalam kulinernya? Karena keduanya memiliki kultur mempertankan keawetan hasil buminya dalam konteks yang sama-sama alamiah, sehat penuh nutrisi.

Kini Li Ziqi juga berjualan produk melalui sistem online, jelas ia telah membagi ilmunya tanpa  takut kehilangan pamornya. Dia membagi ilmu ketahanan pangan dengan cara yang paling aduhai yang pernah saya lihat.

Zaman sekarang menjadi petani, bukanlah sesuatu yang memalukan, justru merupakan profesi yang heroik. Menanam, memanen dan menjual hasil panen saja belum cukup  untuk menyelamatkan manusia dari kelaparan.

Lihat Li Ziqi dan kemampuannya mengolah berbagai macam bahan menjadi sesuatu yang lebih memiliki nilai dan berumur panjang. Saya sampai mimpi, suatu saat punya semua peralatan manual yang dimilikinya.

Semoga kita menonton tak sekedar untuk menghilangkan stress, tapi mengambil kearifan yang dimilikinya dalam meramu dan mengolah hasil bumi, saya yakin Indonesia punya banyak teknik pengolahan makanan yang selama ini telah dikerjakan oleh nenek moyang tapi tidak berlanjut karena generasi muda enggan melakukan kerja manual.

Sekarang ini, kemampuan memasak saja tidak cukup, kita harus bisa mengolahnya agar hasil panen kita bertahan lama dan tidak langsung habis atau busuk.

Pengolahan yang tepat akan meningkatkan nilai jual dan juga membuat kita bertahan di masa wabah dan paceklik. Tahun kerbau ini disebut tahun kerja keras, tapi kerja keras saja tak cukup, bekerjalah dengan bijak. Seperti Li Ziqi. Gong Xi Fa Cai!

Penulis: Rieska Wulandari – Jurnalis, ketua Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Indonesia (ISKI) Cabang Eropa
Editor: Claudia Magany, JG

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X