RI3SKA.COM – Pelik sekali mengatasi wabah ini, saya lihat pemerintah di negara – negara Eropa tetap memberlakukan pengetatan meski vaksinasi sedang dijalankan. Rupanya, bahaya dan resiko mutasi virus seperti yang terjadi di Inggris, Afrika Selatan dan belakangan, Brazil, menjad pelajaran mahal dan berharga.
Sejauh ini, hanya vaksin yang sudah diproduksi perusahaan besar seperti Pfizer, yang bisa mengkonfirmasi bahwa vaksin mereka cukup berkhasiat untuk mengantisipasi virus mutasi.
Produsen lain? Belum terdengar.
Kali ini mutasi masih pada tahap kecepatan dalam penyebarannya. Bayangkan kecepatan awal saja, dalam setahun sudah berapa juta manusia terinfeksi. Jika kecepatan bertambah, maka akan lebih banyak lagi ledakan infeksi.
Mengapa mutasi virus menjadi sesuatu yang sangat berbahaya? Para ahli mengatakan, bila mutasi itu terjadi sedemikian kuat sehingga, vaksin yang sudah diproduksi tak mempan mengantisipasi, artinya mubazir. Kita kembali ke titik nol kalau tak mau dibilang mundur.
Lalu, apa yang memicu mutasi ini? Para ahli mengatakan salah satu pemicu mutasi adalah ketika ada pertemuan macam macam genetik, masalahnya vektor virus ini manusia (human to human Transmissions) jadi manusia sebagai vektor yang punya macam-macam genetik, terpaksa harus menahan sebanyak mungkin mobilitasnya dan sesedikit mungkin melakukan interaksi satu sama lain.
Sebagai pembanding, bird flu masuk dalam kategori animal to human transfer dengan vektor unggas. Saat wabah terjadi, akar masalah yaitu virus dalam unggas, maka, kita babat semua unggas yang terindikasi terinfeksi, dengan dibakar massal. Penanganan model ini tidak bisa dilakukan pada situasi human to human Transmissions, ada etika dan hak azasi manusia yang harus kita junjung.
Artinya yang terinfeksi harus kita rawat hingga sembuh, yang meninggal harus kita hormati jenazahnya dengan pemakaman berbasis keamanan kesehatan terhadap lingkungan sekitar dan kita yang sehat, punya andil kewajiban moral untuk tidak menjadi penyebar dengan sebanyak mungkin mengurangi resiko infeksi.
Itulah mengapa, mengawal proses vaksinasi, supaya virus tak bermutasi dan vaksin tak mubazir, pemerintah di negara-negara Eropa, antara lain di Italia sedang menggodok peraturan baru dan parameter baru, memperketat protokol dan zona – zona oranye menjadi zona merah, zona kuning menjadi oranye, sebagai upaya meminimalisir kemungkinan yang lebih buruk, protokol ketat semacam lockdown ini rencananya akan diterapkan tiga bulan kedepan.
Harapannya selama proses vaksinasi, kasus tidak bertambah, tidak ada mutasi dan vaksin berfungsi sesuai target dan harapan. Semoga dengan strategi ini, pada bulan April 2021, warga yang rentan karena usia dan memiliki kasus comorbid dapat menerima vaksin seluruhnya, sehingga di bukan April, suasana dapat lebih aman dan aktivitas dapat kembali normal bahkan covid-19 bisa hanya tinggal cerita.
Penulis: Rieska Wulandari – Jurnalis, ketua Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Indonesia (ISKI) Cabang Eropa
Editor: Syahrul Gunawan