RI3SKA.COM – Perkenalanku dengan Keong racun berawal ketika aku mengikuti sebuah seminar tentang pemberdayaan perempuan di kotaku. Keong racun merupakan salah satu pembicara di seminar tersebut, dia juga seorang piskolog, orang cerdas, ramah dan menyenangkan.

Setelah beberapa kali bertemu dalam seminar berbeda, Keong racun menawari Bucin untuk menjadi assistennya dalam mengisi berbagai seminar. Bucin semakin kagum sebab sebagai pembicara, namanya sangat terkenal, diundang berbagai forum dan kerap diwawancari koran lokal dan radio. Tak hanya itu, Keong racun sempat menjadi kandidat sebuah partai politik. Saat berbicara di hadapan publik dan jurnalis, terlihat sangat mumpuni.

Pekerjaan seminar tak hanya di dalam kota, tapi mulai merambah ke luar kota bahkan keluar Italia. Sebagai asistennya, saya harus membantunya di studio. Pengalaman Bucin bekerja di bidang perhotelan sangat membantu dan Keong racun mengapresiasi Bucin karena menurutnya Bucin mempunyai kemampuan perencanaan, pengambilan keputusan dan mencari solusi juga bakat kepemimpinan.

Kegiatan tak melulu soal kerja, tapi juga sebagai kolega, Keong racun sering mengajak Bucin minum kopi, jalan-jalan sekedar window shopping.
Satu hal mulai terasa janggal ketika Keong racun mengaku dompetnya tertinggal keteka hendak membayar kopi. Bucin sigap mengambil alih proses pembayaran, anehnya Keong racun tidak pernah mengembalikan uangnya bahkan setelah lewat beberapa hari. Bucin diam saja, pakewuh rasanya mau minta pengembalian uang kopi.

Kejadian serupa mulai berulang, tapi sikapnya yang hangat, suka memuji dan tampak meyakinkan, membuat Bucin hanya bisa membatin.
Suatu hari, Bucin berkenalan dengan seorang pria yang mengajak berkencan dengan makan malam. Saya bertanya apakah boleh membawa teman saat berkencan, dia tidak keberatan. Maka Bucin pun mengajak Keong racun ikut serta.

Sampai di Restauran, Keong racun bilang, bolehkah anak-anaknya ikut merapat, kebetulan mereka sedang berjalan-jalan seputar pusat kota. Wajah Bucin merah padam dan malu sekali, seolah-olah Bucin memanfaatkan kebaikan teman kencan Bucin.

Usai insiden ini. Bucin hanya bisa diam, tak mampu menyampaikan keberatan bahwa tidak seharusnya ia juga mengajak anak-anaknya bergabung. Semakin hari, situasi semakin runyam. Keong racun tak segan pinjam uang ke Bucin untuk belanja di pusat kota. Padahal barang yang dia beli, sepertinya bisa ditunda. Tapi Bucin tidak berani menolak, selalu pakewuh. Secara sporadis, sampai lima kali hal itu terjadi dan sialnya uang Bucin tidak pernah kembali.

Suatu kali, sebelum pergi ke luar kota. Keong racun pinjam uang dan berjanji akan mengembalikan setelah pulang. Satu bulan berlalu dan hingga sekarang, uang itu rasanya tak pernah kembali, Bucin sampai lupa.

Beda dengan teman Bucin yang satu lagi, selalu jujur soal pembelanjaan, misalnya kalau minum kopi bersama, kami secara bergantian membayar. Keong racun selalu saja, lelet saat waktunya menghadap ke kasir.

Reputasi Keong racun ini, mulai santer terdengar. Tapi Bucin pikir itu hanya suara sumir dari mereka yang iri hati karena Keong racun sangat populer dan terkenal bahkan masuk ke media massa lokal.

Persahabatan yang timpang ini sayangnya berlangsung hingga bertahun- tahun sampai dalam sebuah momen berbagi, seorang dosen berbicara tentang “penyalahgunaan relasi” yang bisa dilakukan oleh teman, pacar atau sahabat,
Sambil menangis, Bucin menceritakan pertemanan yang janggal bersama Keong racun. Sebab sebagai teman, ia sangat baik, tapi ada satu hal yang membuat tidak nyaman. Bucin merasa bingung, sebab Keong racun berjasa sebagai pemberi kerja, memberikan pengalaman, jalan-jalan, minum kopi, makan siang dan sebagainya. Namun, perasaan “dimanfaatkan” dan “dibodohi” menghantui Bucin.

Menurut Dosen yang memimpin pertemuan, itu adalah relasi dengan penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai atasan yang kharismatik, Keong racun telah memanfaatkan Bucin.
Dia juga tidak peduli pada perasaan Bucin yang kadang hancur dan kesepian, terkenang mantan suami yang meninggal beberapa tahun lalu. Keong racun tidak punya empati dan berkata “Sudah, lupakan, ini kan normal, nanti hilang sendiri!.

Bahkan Bucin pernah melakukan konsultasi prikologis pada Keong racun, karena dia seorang psikolog. Sebagai seorang kliennya. Sebelum memulai, Keong racun berkata : Oke, saya punya waktu 1 jam habis ini kita jalan jalan ya”. Dan benar, usai konsultasi dan membayar pelayanan konsultasi, Keong racun kembali menggiring Bucin masuk restoran dan lagi-lagi Bucin yang membayar semua pengeluaran makan siang hari itu.

Lelah jiwa raga rasanya dengan pertemanan model begini. Bucin memutuskan untuk menjauhi Keong racun. Jika kebetulan bertemu saat minum kopi, Bucin tak lagi membayar kopinya. Meski sulit, tapi Bucin belajar menghentikan perlakuan tak wajar dari Keong racun. Sejak itu, Bucin merasa lebih bahagia, tidak ada perasaan marah, bersalah atau dibodohi.

Penulis: Team Bucin
Editor: TB

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X