RI3SKA.COM – Prancis Selatan identik dengan pegunungan yang indah, ladang penuh dengan lavender yang memikat, kebun-kebun anggur dan masakan yang lezat. Juga kompetisi sepeda internasional Tour de France di mana pecinta sepeda tak hanya menikmati kehebatan para atlet tapi juga menikmati indahnya opera alam berupa tebing, lembah, sungai, gua dan padang bunga lavender yang membuat hawa wangi semerbak. Juga ladang bunga matahari yang membuat hati membuncah ceria dan kastil-kastil abad pertengahan yang menawan hati.


Masyarakat Prancis Selatan dikenal sebagai masyarakat yang hangat dan hidup dalam kenyamanan, keindahan, dan dikenal berkomitmen baja dalam menjalani gaya hidup sehat. Cobalah tinggal di Kawasan ini selama beberapa hari, menikmati setiap detail alam dan ragam manusia. Tanpa sadar, kita diajak mengerem ritme kehidupan, ritual menyesap kopi yang dikenal dengan nama café noisette, kopi expresso yang diberi sedikit lait (susu) di pagi hari, sarapan dengan roti bulan sabit, croissant atau baguette yang dioles selai buah ara atau mentega lokal, sambil menikmati kicauan burung, adalah harmoni pagi yang berjalan natural.


Saya sengaja mencoba minum kopi di pinggir sungai Rhône, di salah satu kota abad pertengahan yang terletak tepat di sisi sungainya, dikenal dengan nama Bourg-Saint-Andéol. Sungguh nikmat rasanya melihat sinar matahari memantulkan refleksi kota di aliran sungai yang tenang dan berwarna biru cerah, melangutkan jiwa.
Sebelum pandemi menyergap, saya sempat mampir ke kota Pierrelatte yang pemerintah kotanya berinisiatif menyelenggarakan pesta seni di musim panas pada hari Sabtu di awal bulan Juli, gratis untuk umum. Dua tahun berturut-turut saya datang ke pentas seni mereka dan selalu takjub… Betapa mereka sangat selektif dalam upaya menampilkan seniman yang berkualitas.
Pierrelatte sendiri secara harafiah dari bahasa provence yang berarti “batu yang terlempar” legenda tua mengatakan, dahulu kala ada raksasa bernama Gargantua yang berjalan melintas Prancis. Saat melepas lelah di Gunung Ventoux, ia merasa ada kerikil di dalam sepatu bootnya. Lalu Ia membuka sepatunya dan dilemparkannya kerikil itu yang kemudian menjelma menjadi batu karang besar yang kini bernama Pierrelatte (Pèiro= batu, lato = lempar, bahasa provence kuno).

Pada abad pertengahan, karang ini sedemikian besar sehingga sebuah kastil dibangun di atasnya. Sayang kastil ini runtuh dan sekarang hanya tinggal sisa-sisanya, tinggalah karang yang tetap berdiri gagah ini menjadi ciri khas kota ini.


Pemerintah daerah menjadikan batu karang penanda kota ini sebagai pusat seni dan hiburan rakyat. Saat musim panas tiba, kawasan yang lapang menjadi arena panggung hiburan dan batu karang ini menjadi latar belakang panggung, sebuah keputusan yang cerdas, menjadikan pemandangan panggung natural yang fenomenal.
Pemerintah lokal Pierrelatte menyeleksi secara ketat grup seniman yang layak tampil pada musim panas. Biasanya mereka memilih segmen komedi; sebuah keputusan strategis, bagi saya yang orang asing dan tidak bisa berbahasa prancis sebab saya bisa menikmati sajian teater tersebut. Ya, genre komedi adalah genre universal yang dapat dinikmati siapa saja.


Satu hal harus diingat, Anda harus datang sebelum pukul 11 siang. Siapa cepat dia dapat tempat duduk yang nyaman. Apabila tidak, terpaksa Anda duduk di bawah sinar matahari yang terik. Trik lain, bawalah topi dan krim tabir surya. Juga penyemprot air sebab suhu udara 30 hingga 34 derajat Celsius cukup menantang bagi siapapun juga.


Usai menonton teater, cobalah ke pusat kota, di sana juga terdapat arena hiburan untuk anak-anak dan dewasa yang sengaja disediakan secara tahunan oleh pemerintah lokal. Semua permainan yang disediakan adalah mainan-mainan manual yang mengasah keterampilan dan kesabaran. Tidak ada mesin ding dong atau robot elektrik. Semua merupakan mainan tradisional layaknya kembali ke abad pertengahan, antara lain permainan ketangkasan dengan bola-bola mini, kayu, kain, benang, kertas dan bahkan bagi anak-anak, terdapat korsel yang diputar dengan kayuh, sebuah pengalaman yang memperkaya rasa.


Tak hanya sajian teater dan permainan, pemerintah kota juga menyajikan grup musik yang juga akustik. Tahun lalu sebuah grup tampil dengan akordion, tahun ini grup musik akustik bas besar, terompet, trombone, dan tambur. Sungguh sajian yang indah dan menarik buat siapa saja.
Alain Gallu, Walikota Pierrelatte yang kebetulan saya temui usai membuka kegiatan ini juga tak segan membawa saya berkeliling kota dan melihat keindahan kota Pierrelatte dari ruang kerjanya. Sebuah keramahan khas Prancis Selatan yang tulus.


“Pierrelatte bangkit untuk membangun masa depannya dan tahun 2018 adalah tahun transformasi. Melalui proyek pembangunan yang didasarkan pada nurani, kami membuat jalan raya, jalan umum, lansekap dan taman. Pierrelatte berubah dan menulis legendanya menuju modernisasi. Kami sedang berusaha membangun dan mengubah citra,” ujarnya.
Pierrelatte sendiri adalah kota kecil yang cukup menarik. Pada satu sisi, terdapat patung raksasa Gargantua, seolah menyambut pengunjung yang datang. Selain itu terdapat monumen Kincir Angin yang anggun dan manis yang dulu digunzkan untuk menggiling gandum; cukup menarik sebagai objek foto. Terdapat juga museum dan gereja tua serta rumah-rumah penduduk dengan gaya bangunan desa yang khas Prancis Selatan.
Hervè Puziat (46) yang telah bermukim di Pierrelatte selama enam tahun terakhir mengatakan, “Sajian berbagai pertunjukan seni dan hiburan rakyat yang menjadi inisiatif pemerintah kota ini telah menjadi tradisi yang memberikan roh dan keceriannya pada kota kecil ini. Pemerintah kota sangat aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan budaya sepanjang tahun dan pada setiap kesempatan saya berusaha hadir dan selalu merasa terhibur,” ujarnya positif.
Tak lengkap rasanya kalau perjalanan ke Prancis Selatan tidak mengunjungi padang lavender. Cobalah membawa kendaraan dan bertanya pada penduduk setempat, biasanya mereka akan menunjukkan lokasi-lokasi padang lavender di kawasan tersebut. Bunga lavender akan dipanen pada pertengahan Juli. Jadi pastikan Anda tidak terlambat. Pastikan saat Anda berfoto, Anda tidak merusak bunga dan jangan pernah memetik, kecuali pemiliknya mengijinkan Anda. Itupun Anda hanya boleh memotong dengan gunting sehingga tidak merusak tanaman tersebut.
Selain padang lavender, jangan lupa mampir ke museum Lavender: Musée de la Lavande Ardèche di Route des Gorges-D490, dengan tarif 9,5€ untuk orang dewasa, anak anak 10-14 tahun 6,9€ dan anak 0-10 tahun gratis. Dengan tarif tersebut, Anda mendapat sajian berupa video berdurasi 15 menit. Video ini tentang sejarah, pengetahuan botani, proses kerja di lapangan, juga berkeliling ke museum didampingi guide yang memperlihatkan koleksi peralatan agrarian, hangar destilasi, taman botani yang memperlihatkan ragam tanaman lavender dan toko yang berbasis bahan lavender.
Di toko tersebut, kita bisa membeli berbagai macam pernak pernik berbasis lavender mulai dari sabun, parfum, body lotion, pewangi ruangan, berbagai produk rumah tangga seperti taplak, serbet dan handuk dengan sentuhan bordir bunga lavender. Selain itu, produk fashion seperti tas dan topi juga tersedia. Jangan lupa mencoba juga es krim lavender di tempat ini sebab cukup menghibur mengingat udara yang menyengat.


Apabila Anda ingin membawa buah tangan berupa sirup atau liquor berbasis lavender dan buah-buahan serta bunga khas region Prancis Selatan, pastikan Anda mampir ke pabrik penyulingan bunga Lavender ‘Distillerie Eyguebelle’ di La Mejeonne no 3, Valaurie 26230. Tentu menyenangkan apabila bisa menjamu sanak dan keluarga usai berwisata, menikmati bersama sirup lavender di tanah air.

Selain bunga lavender, padang bunga matahari menjadi salah satu sajian yang menarik. Namun padang bunga matahari biasanya juga penuh lebah dan serangga lainnya. Maka pastikan Anda melakukan aktivitas foto tanpa menganggu mereka.

Canoe dan Kayak
Menikmati Prancis Selatan tak lengkap apabila Anda tak mampir ke Ardèche. Di Kawasan ini mengalir sungai Ardèche sepanjang 32 km dengan pemandangan spektakuler berupa pahatan alam yang berproses selama lebih dari 100 juta tahun. Bentang alam berupa hamparan tebing limestone membentuk ngarai dramatis yang mencapai tinggi hingga 300 meter seolah timbul di antara keindahan alam yang liar dan natural.


Anda juga bisa melihat busur alam yang disebut Pont d’Arc (jembatan busur) di Vallon-Pont-d’Arc yang juga menjadi Kawasan yang popular bagi pecinta kano dan kayak, dengan berbagai rute menarik mulai dari 8 km hingga 32 km. Sebuah surga pariwisata dan juga surga olahraga. Bagi mereka yang suka berenang tempat ini juga cukup menyenangkan. Bagi Anda yang suka berleha-leha saja, Anda tinggal hamparkan kain pantai, lalu nikmatilah sajian indah antara busur alam: sungai dengan air jernih, orang berkano dan berkayak, serta anak-anak yang asyik menggunakan jaring kecil untuk bercanda dengan ikan-ikan kecil yang mereka kembalikan ke air, usai bermain.


Mengenang Kehangatan Indonesia
Saya cukup beruntung bertemu dengan orang Indonesia asal Jakarta keturunan Pontianak, bernama Susie Huang yang juga menjadi pengusaha mobil mobile homes di Ardèche, tepatnya di kota Grospierres. Perempuan yang kini berusia 38 tahun ini mengatakan bertemu dengan suaminya di Bali yang kemudian memboyongnya ke Prancis Selatan pada tahun 2000-an. Susie bercerita bahwa kedua mertuanya kagum pada kepandaiannya memasak makanan Indonesia, kemudian mempromosikan kelihaiannya kepada relasi mereka.

Perlahan dia membuka catering Asia Huang dan menjadi chef yang bisa dipanggil saat tuan rumah mengadakan jamuan makan. Bersama suami, bisnis mereka berkembang menjadi penjual makanan Asia keliling menggunakan food truck dengan brand yang sama. Ia juga membuka warung pizza yang sausnya dibuat sendiri oleh Susie, bernama L’Oasis Pizza et Snack. Energi dan semangat keduanya rupanya terus menyala. Mereka kemudian menggunakan lahan milik salah satu anggota keluarga untuk mendirikan bisnis mobil camping dinamai L’Oasis camping.

Belakangan usahanya semakin sukses dan ia merambah ke penyewaan caravan dan rumah bergerak (mobile homes). Kini mereka memiliki 17 mobil home dengan standar bintang dua, dilengkapi dengan kolam renang, spa, taman bermain, area barbeque, laundy otomatis dan mini restoran yang terletak di area yang sama.


Pada musim low season, rumah mini yang bisa menampung 4 hingga 6 orang ini bertarif 150 hingga 300 euro per minggu, tergantung luasnya. Sementara pada musim panas harganya mulai dari 350 euro hingga 600 euro per minggu.


Dorival, seorang pelanggan asal Perancis Utara yang kebetulan saya temui di lokasi mengatakan, sudah tujuh tahun berturut-turut mereka datang berlibur setiap musim panas di mobile home milik Susie dan suaminya “Saya suka tempat ini sebab nyaman, fasilitasnya lengkap dan resik. Suasananya tenang dan pemiliknya menyenangkan,” ujarnya sambil tertawa.


Tidak jauh dari Susie, ada fotografer Indonesia yang juga membuka penginapan dan spa Indonesia bernama Eldo Elias, yang mukim di Prancis sejak 2001. Kemampuannya memotret tak diragukan lagi. Apabila Anda ingin wisata dan ingin mendokumentasikan kegiatan Anda tanpa merasa repot, bisa mengontak Eldo yang juga pemilik usaha spa Indonesia bernama La Maison des Bambous.


Kami sempat dijamu di rumahnya yang cantik menawan, bersama dengan beberapa warga Indonesia lainnya yang turut hadir membawa menu makanan.
Siang hari yang terik itu, kami tertawa bersama menikmati sajian menu Indonesia – Prancis – Italia yang menggugah selera.

Referensi
Sirup Lavender http://www.eyguebelle.fr/
Museum Lavender https://www.museedelalavandeardeche.com/
Restoran L’Oasis Pizza et Snack
Camping L’Oasis atau L’Oasis Grospierre
Asia Huang
Eldomessage, La Maison des Bambous Rumah dengan Bambu)
Penulis: Rieska Wulandari – Jurnalis, ketua Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Indonesia (ISKI) Cabang Eropa.
Editor: Dessi Wulandhari.

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X