RI3SKA.COM – Siapa mengira penyakit sejenis influenza yang disebabkan oleh SARS CoV2, bisa membuat dunia terpaku dalam kecekaman epidemi, selain tidak kunjung hilang, virus berbentuk mahkota dan dikenal dengan nama corona ini bahkan memiliki kemampuan bermutasi dan diperkirakan bila dibiarkan menghebat, maka virus ini ditengarai bisa memiliki tingkat kemampuan yang sanggup melumpuhkan fungsi vaksin.

Sementara angka kasus terus meroket, seiring dengan angka kematian yang berlipat dibanding tahun normal. Demi mengurangi dan mengentikan penyebaran virus, para pemimpin dunia menempuh jalan dengan melakukan, test covid, dan lockdown sambil memperbanyak penyebaran vaksinasi Obat Anti Covid-19.

Koordinator kegiatan uji klinis kandidat imunomodulator herbal untuk penanganan Covid-19, Masteria Yunosilva Putra dari Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI saat dihubungi ri3ska.com, Sabtu (23/1/2021), mengatakan pihaknya telah melakukan riset literatur pada tanaman herbal Indonesia yaitu rimpang jahe merah (Singiber officinale var Rubrum), daun meniran (Phyllanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata) dan daun sembung (Blumea balsamifera).

Imunomodulator adalah zat atau substansi yang dapat memodifikasi tanggapan imun terhadap antigen dari dalam maupun luar tubuh atau benda asing yang mengancam kesehatan.

Uji klinis telah dilakukan oleh tim LIPI, Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementrian Kesehatan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan tim tenaga kesehatan rumah sakit darurat penanganan Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran dengan melibatkan 90 subjek penelitian yang memiliki rentang usia 18-50 tahun, dilakukan sejak 8 Juni 2020 dan telah selesai pada 16 Agustus 2020 dimana intervensi dilakukan selama 14 hari.

“Hasil penelitian telah kami serahkan pada BPOM dan saat ini, kami masih menunggu ulasan dari BPOM, semoga akhir Januari/awal Februari ini, hasil ulasan tersebut bisa keluar,” ujarnya.

Masteria mengatakan, kombinasi keempat herbal ini, karena memiliki kemampuan untuk membangun imunitas dari bahan alami yang tidak memiliki efek samping. Selain itu Masteria  mengatakan pula bahwa pil herbal hasil penelitian mereka bisa menjadi solusi bagi penderita Covid-19 tahap awal dan juga menjadi penangkal sakit.

“Dari hasil uji klinis ini diharapkan dokter dapat memberikan  resep kepada pasiennya sesuai dengan spesifikasi pil untuk kebutuhan pencegahan atau kebutuhan pengobatan,” tuturnya.

“Indonesia memiliki ladang budidaya yang cukup besar dan didukung industri jamu yang kuat untuk memproduksi pil herbal ini”, tambahnya.

“Nanti kami juga akan melakukan penelitian dan uji klinis untuk pasien dengan kondisi yang lebih berat, untuk mengetahui  apakah dapat diberi terapi dengan pil herbal ini,” ujarnya.

Negara Asia Tenggara

Selain Indonesia, Thailand juga mulai mencoba mencari solusi dengan mencari obat bersumber pada alam, antara lain dengan menggunakan material utama sambiloto (Andrographis paniculata).

Laporan dari Bloomberg menyebutkan bahwa kementrian kesehatan Thailand menyetujui penggunaan ekstrak tumbuhan herbal untuk pengobatan tahap awal pada pasien Covid-19, sebagai program percontohan di masa wabah covid-19 di Asia tenggara.

Tanaman yang dikenal sebagai chiretta hijau, akan berfungsi sebagai pengobatan alternatif untuk mengurangi keparahan wabah dan memotong biaya pengobatan, kata kementerian Thailand pada 30 Desember yang lalu.

Pengobatan herbal akan dilakukan secara sukarela bagi mereka yang berada dalam kelompok usia 18-60 tahun dengan gejala ringan dan harus dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terkonfirmasi terinfeksi.

Ekstrak dari tanaman tersebut, yang dikenal sebagai “fah talai jone” dalam bahasa Thailand, dapat mengekang virus dan mengurangi tingkat keparahan peradangan, kata pihak kementerian Thailand tersebut, mengutip penelitian.

Uji coba pada manusia menunjukkan bahwa kondisi pasien membaik dalam tiga hari setelah pengobatan tanpa efek samping jika obat diberikan dalam 72 jam setelah dinyatakan positif.

HADIAH NOBEL DAN KONTRIBUSI INDONESIA PADA DUNIA KESEHATAN
Dilihat dari sejarah, peran Indonesia dalam sumbangsihnya pada dunia kesehatan, sebetulnya tidak kecil.

Sebut misalnya ilmuwan kelahiran 11 Agustus 1858, Christian Eijkman, ahli kimia yang juga psikolog berkebangsaan Belanda ini meraih penghargaan Nobel ketika sedang bertugas di Indonesia.

Terobosannya dalam menemukan obat beri-beri, penyakit yang timbul karena diet (menu makanan) yang kurang seimbang vitamin, yaitu ketika ia ditugaskan untuk mencari penyebab sakit beri-beri ketika ia mengepalai laboratorium penelitian di Batavia. 

Ia secara tak sengaja melihat ayam yang makan pakan ransum militer dan justru memperlihatkan indikasi sakit beri-beri dan sembuh ketika diberi beras yang belum digosok seperti di dapur militer, yang ternyata terbukti bahwa beras yang digosok bersih akan  kehilangan kandungan vitamin B1.nya sehingga ayam yang mengkonsumsi beras ini, justru malah menderita sakit dan sembuh setelah mengkonsumsi beras yang belum digosok.

Penemuannya ini juga membuka mata dunia pada sebuah material baru bernama vitamin (thiamine).  Penelitaiannya Christian Eijkman ini, dilakukan bersama Sir Frederick Hopkins dimana pada tahun 1929 mereka berdua mendapakan hadiah  Nobel untuk Fisiologi atau Pengobatan serta penemuan vitamin.

Semoga pada masa pandemi Covid-19 ini, kontribusi Indonesia pada dunia kesehatan dengan produk herbalnya bisa menjadi bagian dari solusi isu kesehatan yang saat ini menjadi momok besar bagi seluruh dunia.

Penulis: Rieska Wulandari – Jurnalis, ketua Ikatan Sarjana Ilmu Komunikasi Indonesia (ISKI) Cabang Eropa
Editor: JG

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X