RI3SKA.COM – Sekitar dua dasawarsa yang lalu, Dian Musda Mayasari yang akrab disapa Maya (47) kelahiran Pekanbaru, tiba di Italia. Ia disunting pria Italia yang dikenalnya saat Maya bekerja di rumah makan milik sepupunya di Bali. Hampir setiap hari pria ini mampir menjadi pelanggan setia; pagi, siang dan malam. Rupanya penasaran ingin berkenalan dengan Maya. Setelah saling sepakat, tak sampai setahun, mereka menikah dan  Maya pun diboyong suami ke Roma.

Tahun pertama mukim di Italia, Maya mempelajari situasi sambil beradaptasi dan belajar bahasa. Masa kuliah sering dimanfaatkannya untuk kesempatan menjadi penjaga gerai berbagai macam pameran. Latar belakang pendidikannya sebagai Sarjana Ekonomi di Sahid Perhotelan Jakarta, membuatnya mendapat pengalaman bekerja di perusahaan jasa keuangan American Express dan Japan Airlines.

Ia juga diberi kepercayaan oleh sepupu mengelola restoran keluarga, maka ilmu manajemen pemasaran yang dipelajari di bangku kuliah pun ia praktekkan langsung di lapangan. Memasuki tahun kedua mukim di Italia, Maya mulai gelisah karena aktifitasnya tak menghasilkan secara ekonomi.

Mertua memberinya kepercayaan dengan modal untuk berjualan di pasar. Membekali diri dengan ijin formal untuk bisnis dagang, selama 13 tahun Ia dan suami berkeliling kota Roma, berdua mereka jatuh bangun dengan usaha ini.

Maya sempat menjual usahanya dan memilih bekerja menjadi tenaga harian di toko dengan bayaran €25/hari. Dengan penghasilan ini, ia sempat mudik ke tanah air, namun saat kembali, sudah ada orang lain yang mengisi pekerjaannya.

Tak putus asa, Maya terus menjalani berbagai jenis pekerjaan, termasuk tawaran untuk bekerja menjadi vendemia atau bekerja di perkebunan buah anggur. Sebuah bidang yang sangat baru baginya. Ia sama sekali tak pernah membayangkan kalau pekerjaan memetik buah anggur sedemikian rumit dan membutuhkan teknik dan kecepatan khusus.

Hari pertama Maya dibekali gunting yang cukup berat. Maya yang berpostur tinggi kurus, mengaku kesulitan dengan medan yang dihadapi sebab harus berjongkok sambil menggunting dengan cepat, mengingat upah para pekerja dihitung per jam.

Hari kedua, dibekali gunting yang lebih ringan, yang menurut pemilik gunting, harganya lebih mahal dibanding gunting yang sebelumnya. Maya pun bekerja dengan sangat hati-hati, karena kuatir guntingnya jatuh. Masih menjalankan masa percobaan setelah hari pertama dianggap lamban  dan hari kedua dianggap masih kurang cepat pada hari ketiga yang merupakan ujian terakhir, karena dorongan tak mau kehilangan kesempatan ia berinisiatif mempelajari cara memegang gunting pada senior.

Dengan motivasi dan keyakinan yang kuat untuk melakoni pekerjaan, akhirnya Maya selesai paling cepat dan tentu saja diterima bekerja sebagai tenaga buruh di perkebunan tersebut. Setiap tiba musim buah dan sayur, tenaganya sangat diandalkan.

Kala itu ia mendapat upah €9/jam. Ia juga sudah cukup mahir memegang gunting dan tahu teknik yang praktis, maka ia mampu bekerja 9 jam per hari. Usaha dan prestasinya mendapat perhatian sehingga kariernya meningkat menjadi penanggungjawab sektor sayuran yang melayani klien untuk para pedagang pasar, restoran dan lain-lain.

Selain dituntut gesit, cekatan dan terampil, pekerjaan ini juga membutuhkan keahlian bahasa yang sangat baik, sebab klien mereka tak hanya penjual lokal, tetapi penjual-penjual dari berbagai bangsa.  

Suatu hari, salah satu pelanggan ada yang memperhatikan saat Maya meladeni orang asing dengan bahasa Inggris ceplas-ceplos. Pelanggan ini sangat terkesan sebab transaksi berjalan mulus dan lancar. Tertarik dengan cara komunikasi ini, ia mengajak Maya mampir ke kantornya yang bergerak di bidang pariwisata.

Merasa mendapat kesempatan, Maya tak menyia-nyiakannya. Pagi itu ia melihat rombongan turis yang resah menunggu pemandu resmi yang tak kunjung datang. Atas izin pemilik kantor yang adalah pelanggannya di Pasar, Maya menawarkan diri untuk menemani turis keliling kota. Bermodalkan bahasa Inggris yang fasih, Maya bercerita tentang sejarah kota Roma dan obyek lain disekitarnya.

Hari itu rombongan turis yang diajak keliling, sangat puas. Tentu pemilik perusahaan juga ikut puas karena sudah terbantu. Maya ditawari pekerjaan dan bahkan disekolahkan untuk mendapatkan sertifikat pemandu. Tidak hanya bekerja  dalam satu bidang, Maya mampu bekerjasama lebih luas, sebab keinginan mempelajari segala hal seperti akunting, mengoperasikan mesin kasir dan lain sebagainya membuat pemiliknya percaya bahwa ia mampu mengelola perusahaan dengan nama Landimensiontravel Rome.

Perusahaan yang awalnya hanya menjual jasa melayani turis berkeliling kota Roma, mulai bisa merambah jasa kuliner. Ada Panoteca (kantin roti) dan restoran pizza di dekat kantor mereka yang nyaris gulung tikar karena krisis ekonomi. Mereka menawarkan diri untuk mengembangkan kedua bisnis tersebut.

Maka Landimension selain melayani turis lokal dan manca negara, juga melayani jasa kuliner dengan standar gourmet di Panoteca  dan menjual berbagai jenis pizza di pizzeria. Maka Maya menjadi sangat sibuk karena harus kerja keliling antara mengurus travel, panoteca dan pizzeria.

Maya pun mulai menyediakan menu Indonesia. Dari baju casual saat menemani turis atau baju formal dengan stelan jas saat bekerja di kantor, Maya akhirnya berganti seragam memakai baju chef sebab terjun langsung di dapur menyiapkan aneka masakan Indonesia untuk diperkenalkan kepada pelanggan. Ia merasa beruntung pernah ikut sepupu mengelola restoran keluarga di Bali.

Selain itu, hari-hari luang kalau sedang sepi tamu wisata, ia biasanya mendampingi para chef profesional yang menyiapkan aneka masakan Italia, tentu sambil memetik ilmu.

Di bidang turisme, Landimension sendiri cukup berkembang sebab melayani jalan-jalan di dalam kota, menyewakan scooter dan segway.

WABAH
Awal masa karantina total, perusahaan Maya bahkan sempat melayani masyarakat sekitar dengan menyediakan makanan gratis untuk tunawisma. Selain itu, mereka tetap melakukan usaha melakui media daring. Sayang situasi sedemikian buruk sehingga penjualan tak dapat menutup biaya operasional.

Bukan Maya bila hanya berpangku tangan. Ia kembali melirik bisnis perkebunan. Mei 2020 ia menyewa sebidang tanah dari kotamadya milik asosiasi pertamanan, Assosiasi Il Giardino degli Asinelli, Appia Antica. Dengan biaya sewa €200/tahun.
Di tanah ini, Maya menanam aneka sayuran dan memproduksi produk bio.

Ilmu dan pengalaman bekerja beberapa tahun lalu di perkebunan, ia terapkan di lahan yang ia usahakan sebagai kegiatan mengisi masa pagebluk. Setiap hari ia bersepeda sekitar 15 km untuk mengurus kebun yang berhasil dipanen hanya untuk dinikmati sendiri.

Maya sedang ancang-ancang untuk mengembangkannya lagi, sebab prospek sektor ini cukup baik. Seakan tak mau menyia-nyiakan waktu. Ia juga membuka kelas memasak dan aneka webinar. Lewat kanal YouTube Maya mengajar aneka masakan Italia. Melalui akun instagram dan media sosial lainnya, Maya terus aktif mempromosikan dunia pariwisata Italia dan Indonesia.

Maya kerap diundang menjadi tamu atau narasumber dalam beberapa seminar yang berkaitan dengan pariwisata di kedua negara ini. Maya ternyata menyimpan bakat terpendam, ia juga aktif beraktifitas di bidang kriya dengan karya sulam tangan, berupa tas maupun dompet.

Pagebluk justru membuatnya terpancing untuk menggali semua potensi diri.
Keterampilan sulam merupakan keterampilan dasar bagi wanita Riau pada umumnya. Sulaman Maya tampil lebih modern, mengembangkan seni kerajian ‘tekat’ yang menjadi ciri khas dan kebanggaan Propinsi ini. Tetap memegang tradisi antik, Maya pun tetap mengerjakan sulaman secara manual.

Kini, sisa waktu lainnya diisi dengan menggali kembali keterampilan sebagai warisan dari nenek moyang. Model sulaman tangan Maya cenderung bergaya kekinian. Karyanya sudah banyak dijual di mancanegara. Detail aneka sulam tangan, bisa lihat @broderie74sari di instagram
Masa pagebluk bagi banyak orang dianggap masa suram.

Namum bagi Maya, wanita kreatif yang selalu berpikir positif dan optimis, masa pandemia adalah kesempatan menggali semua sumber daya seperti hobi, keterampilan, pengalaman dan relasi.
Justru di masa ketika semua orang harus berhenti, Maya mendapat kesempatan untuk menggali kembali bakat dan keterampilannya di bidang sulam-menyulm yang sebelumnya sulit disalurkan karena kesibukannya.

Pelanggan yang sebelumnya antre menunggu sajian makanan atau ingin keliling melihat keindahan kota Roma, kini beralih menikmati karya-karya tangan Maya yang dikerjakan dengan penuh cinta. Untuk info detail travel, bisa ikuti kegiatan Maya di IG @italiapointofview, info panotecca dan pizzeria @smilemayasari.

Penulis: Claudia Magany
Editor: Rieska Wulandari

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X