RI3SKA.COM – Pemuda berparas menawan dan postur khas karateka, yang sejak kecil senang nonton Bruce Lee, Ale dikenal baik oleh sebagian besar komunitas diaspora Indonesia di Italia.

Pemuda berusia 19 tahun, kelahiran Motta di Liverza ini, telah berhasil membabat lawan di arena pertandingan dari mulai tingkat lokal hingga tingkat dunia antara lain pada kejuaraan dunia yang diselenggarakan oleh “World Karate Federation” di Tenerife Spanyol pada tahun 2017 & di Chile Santiago pada tahun 2019.

Alessio yang akrab disapa Ale, telah menggeluti bidang karate sejak masih belia.

Sedemikian banyak dan besar berprestasi dan potensinya, sehingga Alessio berhasil memenangkan posisi sebagai atlet grup olahraga militer Carabinieri.

Hidup sebagai atlet militer, membuat Ale harus pindah ke Roma dan sekarang tinggal di asrama militer bersama para atlit lainnya, setelah mengikuti kursus militer.

Selama periode Covid-19, banyak pertandngan dibekukan, namun Ale tak berhenti membangun disiplin diri dengan tetap berlatih.

Kini situasi Italia mulai membaik dan 10 juli 2021, Ale akan menghadapi “Campionato Italiano Assoluto” (Pertandingan Tingkat Nasional), sebuah pertandingan yang cukup kompetitif dimana yang berlaga adalah atlet dan juga beberapa atlet senior Italia lainnya.

Memiliki ayah dan ibu campuran, Italia dan Indonesia, Ale sejak kecil, menurut sang ibunda, Julie Ghinami, dalam diskusi daring dengan KBRI Roma, saat peringatan Hari Kartini, bulan April yang lalu, sudah memberikan tanda-tanda ketertarikan dan komitmennya pada Karate.

“Waktu kecil, dia pernah kami sertakan pada berbagai kegiatan ekstrakulikuler, untuk memberikan pengalaman dan pilihan, lama-lama dia menyeleksi kegiatannya sendiri dan pilihan utamanya jatuh pada karate,” tutur sang bunda.

Menurut Julie, proses ini tidak berlangsung seketika, apalagi seperti anak-anak pada umumnya, Ale juga punya mood yang naik turun.

“Disinilah peran orang tua dibutuhkan, terutama untuk menjaga dan mengatur sekaligus membangun fokus, rasa ketertarikan dan konsistensi pada anak,” ujar Julie.

Sementara itu. Ale yang dihubungi langsung melalui wawancara daring, mengatakan, ia menyukai karate, karena selain latihan, olahraga ini butuh kesempurnaan dan ini menjadi hasratnya sejak kecil, sehingga ia bertekad menggelutinya.

Ale makin sibuk membagi waktunya antara sekolah dan mempersiapkan pertandingan.

Hasilnya tak sia-sia, pekan lalu, ia lulus dari tingkat SMA dan sekarang sibuk fokus pada pertandingan dan tugas negara.

“Ujiannya tidak mudah dan cukup melelahkan, tapi syukurlah saya berhasil melewatinya,” ujarnya dengan senyum.

Ia mengakui, tinggal di asrama tidak sama seperti saat ia tinggal di rumah.

“Yang jelas, ruang gerak saya tidak lagi sebanyak seperti di rumah, di asrama, saya harus bisa membagi dengan yang lain,”tuturnya.

Sebagai anak tunggal ia merasa cukup beruntung memiliki semua fasilitas di rumah untuknya sendiri,

“Meski tidak seperti di rumah, saya senang di asrama karena bisa bersama dengan teman-teman. Saya agak kangen teman teman di rumah, tapi mereka yang di asrama juga menyenangkan dan saya juga punya teman jarak jauh, jadi saya betah,” ujarnya.

Ale mengakui kadang dia berusaha memasak sendiri, namun ia mengakui, masakan Mama terutama nasi goreng, lumpia dan sambal tidak tergantikan.

Meski demikian, ia mengakui di Roma tidak merasa kekurangan, menu pasta carbonara yaitu pasta dengan keju parmesan parut, telur dan merica, atau pasta caccio e pepe, yaitu pasta keju cair dan merica hitam menjadi menu kesayangannya.

Sebagai siswa, atlet dan prajurit, sehari – hari, ia bangun pukul 8 pagi dan harus latihan sampai pukul 10.30 lalu mulai belajar dan dilanjutkan makan siang. Ia menjalani sekolah siang dan usai sekolah, kembali latihan hingga malam.

Waktu yang tersisa biasanya diisi dengan makan malam, kemudian belajar atau bila memungkinkan, ia menikmati kota Roma bersama teman-teman satu asrama.

Pengalaman Ale bertanding pun cukup menakjubkan, selain pertandingan di wilayah Italia, ia juga melanglang buana ke seluruh dunia, antara lain Spanyol, Cile, Rusia, Denmark, Hongaria, Jerman, UAE, Maroko, Prancis, Austria dan Portugis.

Dari sekian pertandingan yang dihadapinya, baginya yang paling berat tapi juga paling indah dan berkesan adalah pertandingan tingkat dunia yang diselenggarakan oleh WKF di Cile pada tahun 2019.

Waktu itu ia berhadapan dengan pemain yang juga sedang naik daun, atlet dari Turki Enes Ozdemir, dimana saat itu dia memiliki kans untuk menang, namun ia berhasil mengalahkannya dengan mengatur konsentrasi serta tekad.

“Itu adalah pertandingan yang paling sulit, sekaligus yang paling berkesan,” ujarnya.

Ale juga masih ingat pada saat final, mendapatkan dukungan dari kontingen atlit Indonesia yang bersorak-sorak menyebutkan namanya.

Salah satu perandingan yang berat adalah pertandingan tingkat Eropa tahun 2020, yaitu pertandingan pertamanya sejak Ia masuk Carabinieri.

Pada saat itu, karena variasi pertandingan yang beragam, sehingga dia tidak mampu memasuki babak final.

Performanya juga tidak main-main, satu medali emas dan dua medali perunggu tingkat dunia, berhasil disabetnya. Sementara di Italia, ia mengantongi enam emas dan satu perak. Namun baginya, tantangan terbesar bukan saat menang, tapi saat menerima kekalahan.

“Untuk meraih kemenangan itu sulit, tapi kalau sudah menang, pasti senang dan ceritanya selesai sampai di situ. Tapi kalau kalah, yang sulit adalah menerima kenyataan, kemudian membuka diri untuk berani menganalisa kekalahan, kembali bangkit dan membangun semangat untuk memperbaikinya, Itu fase yang jauh lebih sulit,” ujar Ale.

Ia juga menanti pertandingan bulan Agustus dan akan berhadapan kembali dengan atlet dari Turki sehingga ia tetap melanjutkan latihan dan ingin tampil prima.

Sebagai anak muda, Ale mengakui ia butuh kegiatan lain, untuk mengolah dan mengalihkan rasa stress terutama menghadapi ujian dan pertandingan. Kegiatan waktu luang yang dipilihnya adalah menikmati pemandangan Italia dengan kendaraan motor buatan Inggris, Triumph.

Ale juga berharap pandemi dapat segera diatasi oleh seluruh dunia dan ia juga sudah rindu melihat Indonesia. “Kalau kita bisa keluar dari pandemi dan ada rejeki, saya ingin kembali ke Bali dan surfing, salah satu kegiatan sport yg sempat dipelajari di sana,” ujarnya penuh harap.

Selamat berjuang Ale, semoga besok pertandingannya membuahkan hasil maksimal ya!

Penulis: Rieska Wulandari
Editor: JG

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X