Kain Kafan Turin yang dipercaya sebagai kain yang membungkus tubuh Yesus usai tragedi penyaliban, seolah menjadi bahan olok-olok saat tes karbon C-14 yang dilakukan para ahli dari 10 institusi ternama di bulan Oktober 1988, menunjukkan bahwa kain ini buatan sekitar tahun 1260-1390 dan bukan abad pertama seperti diperkirakan sebelumnya.

Hasil penanggalan karbon pada kain berukuran 4.4 m × 1.1 m (14 ft 5 in × 3 ft 7 in) ini membuat kaget banyak pihak karena kontras dengan hasil tim riset tahun 1978 yang dilakukan oleh STURP -The Shroud of Turin Research Project- yang dimotori oleh fisikawan John P. Jackson, ahli termodinamika Eric Jumper dan fotografer William Mottern.

STRUP menggunakan ide-ide yang berkaitan dengan ilmu kedirgantaraan dalam membangun model tiga dimensi dari gambar citra planet Mars, hasil penelitian mereka pada Kain Kafan Turin, menunjukkan indikasi serius bahwa kain ini punya kaitan dengan kisah kematian Yesus dalam Alkitab.

Selembar Kain Kafan yang disimpan di kota Turin, Italia, dianggap sakral karena memperlihatkan citra bagian depan dan belakang, tubuh seorang laki-laki yang kontroversial dan menjadi pertanyaan para ahli, siapa dan bagaimana citra gambar bisa tampak pada kain yang bisa digunakan untuk pembungkus jenazah tersebut.
Ilustrasi posisi jenazah yang dibungkus kain kafan dengan leher, kepala dan lututnya kaku karena “proses rigor mortis/mengalami kaku karena mati” .


Kain kafan Turin menarik perhatian publik ketika pada pamersn tahun1898 pengacara asal Turin, Secondo Pia, seorang penggemar fotografi, memperoleh izin dari Raja Umberto I untuk memotret Kain Kafan tersebut. Ia sempat mengalami beberapa kesulitan teknis, namun berhasil mengambil dua foto.

Pada saat pengembangan Pia kaget, sebab gambar Kain Kafan pada citra negatif muncul “dalam citra positif”, artinya gambar itu sendiri sebenarnya “negatif”.

Kabar tersebut menggugah perbincangan dan memantik minat para ilmuwan terhadap Kain Kafan yang mengawali gelombang studi yang belum berakhir hingga kini; namun, ada juga yang menuding Pia telah memanipulasi lempengan-lempengan itu.

Gambar Citra positif yang muncul dari kain kafan Sakral di Turin, yang diambil oleh Secondo Pia. Kita beruntung masih bisa melihat gambar ini, mengingat kain kafan hampir musnah karena kebakaran di Chamberry.


Berbekal rasa ingin tahu yang besar, Eric Jumper bahkan membangun perangkat awal untuk uji gambar citra Kain Kafan Turin sehingga riset tim ini, disebut-sebut sebagai eksperimen pertama yang berkaitan dengan kain kafan yang dilakukan oleh para ilmuwan.


Upayanya menganalisa kain kafan Turin dengan pendekatan sains, dimulai pada bulan Maret 1977, saat Jackson, Jumper, dan Mottern mengundang beberapa ilmuwan lain untuk bergabung dengan mereka dengan tujuan membentuk tim untuk menganalisis Kain Kafan Turin atau dalam bahasa Italia disebut Sacra Sindone (Kafan Sakral) atau Sindone di Torino (kain kafan dari kota Turin).


Pertemuan pertama para ahli ini berlangsung di Albuquerque, New Mexico. Grup tersebut tidak memiliki sponsor resmi dan para ilmuwan mendanai sendiri kegiatan mereka.


Meski tanpa sponsor resmi, mereka berhasil menghimpun dana hibah dan pinjaman untuk keperluan peralatan teknis, yang nilainya diperkirakan lebih dari $2 juta.


Fisikawan nuklir Tom D’Muhala terpilih mengepalai STURP. Selain Jackson, Jumper, dan Motten, tim tersebut juga didukung ahli kimia termal Raymond N. Rogers, Ron London, dan Roger Morris, semuanya dari Laboratorium Nasional Los Alamos.

Barrie yang saya kontak melalui surat elektronik mengatakan sebagian besar ahli itu, kini sudah tiada.


Anggota tim lainnya termasuk Don Lynn dari Jet Propulsion Laboratory di Pasadena, ahli biofisika John Heller, fotografer Vern Miller dan Barrie Schwortz, lalu fisikawan optik Sam Pellicori, dan ahli tenaga listrik John D. German serta Rudy Dichtl, kemudian ahli patologi forensik Robert Bucklin.


Anggota tim STURP melakukan penelitian mereka setelah mendapat akses ke Kain Kafan tersebut dan menerbitkan banyak hasil penelitian mereka alam jurnal dan prosiding ilmiah.

Dari riset itu, pada tahun 1981, dalam laporan akhirnya, STURP menulis:
“Kita dapat menyimpulkan untuk saat ini bahwa gambar Kain Kafan adalah wujud nyata manusia dari orang yang dicambuk dan disalib. Ini bukan produk seorang seniman. Noda darah terdiri dari hemoglobin dan juga memberikan tes positif untuk albumin serum. Gambar tersebut merupakan misteri yang terus berlanjut dan sampai studi kimia lebih lanjut dilakukan, mungkin oleh kelompok ilmuwan ini, atau mungkin oleh beberapa ilmuwan di masa depan, masalahnya tetap tidak terpecahkan”. Demikian kesimpulan penelitian tahap awal dari kain kafan Turin.

Noda darah di Kain Kafan Turin berwarna merah sementara noda darah di kain kafan pada umumnya berwarna coklat akibat proses oksidasi (pertemuan alamiah dengan oksigen).


Penelitian kemudian dilanjutkan pada tahun 1988, yang melibatkan ilmu komputer, matematika, antropologi, sejarah kemanusiaan, hukum penyaliban, pemerintahan Romawi dan sebagainya yang menghasilkan cabang ilmu baru yaitu SINDONOLOGY (dari kata dasar Sindone, kain kafan).


Perjalanan Kain Kafan
Bagaimana kain ini bisa tiba di Turin? Kain kafan Turin memiliki perjalanan panjang dan diperkirakan pernah disimpan di Konstantinopel (Istanbul) kota yang dibangun oleh Kaisar Romawi, yang pertama menyatakan diri sebagai penganut Kristen, Constantin.

Ratu Helena, ibunda Constantin disebut sebagai patron bagi arkeolog, karena kiprahnya menyelamatkan relik-relik yang berkaitan dengan Yesus dan aktivitasnya memicu hadirnya ilmu arkeologi.

Kain kemudian masuk ke Eropa pada tahun 1353 dimana pada tanggal 20 Juni ksatria Goffredo (Geoffroy) membangun sebuah gereja di kota Lirey tempat dia tinggal, dan menyumbangkan selembar kain kepada gereja dan menyatakan kain tersebut adalah Kain Kafan yang membungkus tubuh Yesus namun, dia tidak menjelaskan bagaimana dia bisa memilikinya.


Kain ini kemudian berganti-ganti pemilik, hingga pada tahun 1453, Bangsawan Savoy dari Prancis, membelinya dan pada tahun 1457 menyimpan Kain kafan itu di ibu kota mereka, Chambery.


Kebakaran
Pada malam antara tanggal 3 dan 4 Desember 1532, kapel tempat Kain Kafan disimpan terbakar habis dan hampir menghancurkan kain kafan.

Seorang anggota dewan adipati, dua biarawan dari biara terdekat serta beberapa pandai besi mendobrak gerbang dan berhasil menyelamatkan relik perak, yang sudah dilalap api. Namun, beberapa tetes perak yang mencair itu sempat jatuh tepat di atas lembaran kain kafan dan membakarnya di beberapa titik.


Kain Kafan itu kemudian diserahkan kepada biarawati ordo Santa Clara Chambery, yang ditugasi untuk memperbaikinya.


Pada tahun 1535 Kadipaten Savoy menghadapi perang sehingga Duke Charles III harus meninggalkan Chambery dan membawa Kain Kafan bersamanya.

Pada tahun-tahun berikutnya lembaran itu sempat mengembara ke Turin, Vercelli dan Nice; pada tahun 1560 Emanuele Filiberto, penerus Charles III, membawa Kain Kafan itu kembali ke Chambery, dan disimpan di sana selama delapan belas tahun.


Turin
Keluarga Savoya memindahkan ibu kota wilayah keadipatian mereka dari Chambery ke Turin pada tahun 1563. Lalu pada tahun 1578, Adipati Emanuele Filiberto memutuskan untuk membawa Kain Kafan itu ke sana juga, alasan memindahkan kain kafan ke Turin makin kuat, ketika Uskup Milan, Carolus Borromeus yang telah berhasil mengatasi wabah di Milan, mengatakan akan menuntaskan nazarnya dengan berjalan’ kaki, berziarah melihat Kain Kafan.

Bangsawan Savoya memahami bahwa Carolus Borromeus terlalu sepuh untuk melakukan perjalanan ziarah sampai ke Chamberry, dengan memindahkan kain kafan ke Turin, maka ziarah bisa ditempuh dalam waktu lima hari saja.


Carolus Borromeus berhasil melakukan nazarnya dan sejak itu, Kain Kafan itu tidak lagi dibawa kembali ke Chambery tapi menetap di Turin.

Vatikan kemudian menyatakan, Carolus Borromeus sebagai orang suci, mengingat kiprah, teladan dan totalitasnya dalam menghadapi wabah, saat ia bertugas sebagai uskup di kota Milan hingga warga kota berhasil lepas dari wabah.

Masyarakat Indonesia kini familiar dengan nama Carolus Borromeus sebagai nama rumah sakit yang berlokasi di Jakarta dan Bandung.

Pada tahun 1694 keluarga Savoya membuat kapel baru yang terletak di antara katedral dan istana kerajaan dengan menugaskan arsitek Guarino Guarini; kemudian Kain Kafan itu dipindahkan dan disimpan di katedral Turin, di kapel terakhir lorong sebelah kiri, di bawah tribun kerajaan.


Pada 1706 Turin dikepung oleh Prancis dan Kain Kafan dibawa ke Genoa untuk waktu yang singkat; setelah episode ini, kain kembali ke Turin dan tidak bergerak selama lebih dari dua ratus tahun, bahkan selama periode invasi Napoleon. Pada tahun 1939, ketika Perang Dunia Kedua makin dekat, kain itu sempat disembunyikan di tempat perlindungan di Montevergine di Campania, di mana ia bertahan sampai tahun 1946 dan kembali ke Turin hingga sekarang.


Hasil penelitian para ahli di tahun 1988 juga membuahkan indikasi-indikasi yang sangat nenarik antara lain terdapat jejak DNA biji-bijian bunga dari kawasan timur tengah, juga minyak dan mir, dalam Alkitab disebutkan Nicodemus dan murid-murid Yesus tidak sempat memandikan jenazah Yesus namun sempat meminyaki dan memberikan rempah pada jenazah Yesus.

Ilustrasi kain kafan yang digunakan menilami jenazah Yesus.


Selain itu, tipe tenunan juga khas mengindikasikan tenunan bangsa timur tengah, analisa postur dan wajah yang tampak di citra kain juga, khas wajah pria kawasan Yudea ditambah ditemukannya citra dua koin romawi yang ditaruh di kelopak mata, yang menempel di permukaan dalam kain, memperlihatkan ikon spesifik yang mengindikasikan era Tiberius, yaitu kaisar Romawi yang memerintah Yudea (tanah Yahudi) pada saat Yesus masih hidup. (Lukas 3 : 1 Pada tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus menjadi wali negeri Yudea dan Herodes raja Wilayah Galilea.”

Koin yang diletakkan di kelopak mata Yesus tercetak dalam kain Kafan Turin.


Para ahli fotografi yang berkumpul di sana dan meneliti kain ini dengan seksama juga menyimpulkan bahwa citra yang tampil pada foto bukan pulasan kuas atau dibuat dengan teknik semprot bahkan tidak sama dengan teknik senirupa yang pernah eksis sebelum abad 12-13.

Hal lain yang menjadi pertanyaan, bagaimana imaji pada kain bisa muncul sementara situasi gua dimana jenazah Yesus disimpan juga sangat gelap?

Keheranan para fotografer ini muncul karena menurut hukum pemotretan, citra yang ditampilkan adalah hasil gelap/terang sesuai arah datangnya cahaya. Namun dalam citra ini, memperlihatkan kehadiran cahaya dari sesuatu yang dibungkus oleh kain dengan intensitas cahaya yang sangat kuat.

Citra gambar juga memperlihatkan teknik pencahayaan yang merata, bukan dari atas atau dari bawah, tapi dari dalam kain kafan itu sendiri yang mencetak penampang atas dan penampang bawah tubuh yang dibungkus kain kafan. (John 8:12 Again Jesus spoke to them, saying “I am the light of the world,”)


Riset para fotografer ini diperkuat oleh para Ahli fisika yang mengatakan bahwa gambar yang tercetak pada kain, tidak melalui proses lukisan tapi melalui radiasi dari dalam. Hal ini menjadi bahan perhatian mendalam bagi para peneliti.


Sayangnya, para peneliti menyentuh bottom rock dan mengalami kebuntuan ketika test penanggalan karbon memperlihatkan tahun 1260 – 1390. Karena hasil yang tak sinkron dengan hasil C-14 maka seolah terjadi antiklimaks dari kisah sang Kain Kafan Turin.

Evaluasi
Tapi tunggu sebentar. Rupanya riset tidak berhenti. Maksudnya apa? Apakah para ahli berniat mengakali hasil riset C-14 yang jelas-jelas terminal?


Dalam dunia sains ternyata, tidak semua hal bisa selesai tanpa penjelasan. Ketika hasil uji C-14 memberikan hasil yang meleset dari perkiraan, para ilmuwan tetap berkumpul dan mengevaluasi kembali apa saja langkah yang mereka lakukan saat proses pengambiln sample yang dipakai dalam proses analisa. Apakah ada yang keliru dan tidak sinkron?


Sementara mengevaluasi proses pengambilan sample, di Italia, ada seorang ahli dari Universitas Padova Italia, yaitu Profesor Giulio Fanti, yang mumpuni dalam pengukuran mekanik dan termal di Departemen Teknik Industri, Universitas Padova, mulai melakukan riset untuk membuka rahasia relik sakral ini.

Profesor Giulio Fanti ahli dari Universitas Padova, Italia berhasil membuat citra tiga dimensi dari kain kafan Turin.


Obsesinya sejak kecil memang ingin meneliti Kain Kafan Turin. Ia termasuk merasa shock ketika mendengar hasil penanggalan karbon yang jauh meleset dari perkiraan.


Sebagai ilmuwan, ia sadar, penanggalan karbon termasuk cara analisa yang paling presisi, namun tentu saja hasil akan presisi bila sample yang diambil sudah benar.


Karena Vatikan menolak menghibahkan sample baru untuk tes lanjutan, maka Ia mencoba menganalisa Kain Kafan ini dengan Ilmu yang dikuasainya yaitu mekanik dan termal.


Mendengar penjelasan keilmuannya, para ahli STRUP yang dihubunginya satu-persatu, kemudian bersedia memberikan satu helai benang untuk ditelitinya.

Sehelai benang yang digunakan Prof. Fanti untuk menyibak rahasia Kain Kafan Turin yang sakral. Satu helai benang ini terdiri dari 200 serat. Warna kehitaman yang tergurat pada satu serat dari 200 serat pada sehelai kain kafan ini, menjadi “aha moment” bagi Fanti.


Selain benang, ia juga mendapatkan foto-foto resolusi tinggi yang diproduksi dengan kamera berkekuatan 44 megapixel, dari sisa potongan kain kafan yang dipakai sebagai sample penanggalan karbon, matanya yang terbiasa menangkap gambar dengan mikroskop, melihat foto tersebut tampak tenunan yang mencurigakan.

Ilustrasi Tenun halus kain kafan Turin dimana ada serat kafan (kain flax) dijalin sempurna dengan kain katun.


Ia kemudian mengirimkan foto resolusi tinggi tersebut pada para ahli tenun di tiga negara, tanpa mereka sadar bahwa itu adalah foto dari potongan kain kafan Turin, namun para ahli tersebut memberikan jawaban yang sama, bahwa ada dua jenis kain yang ditenun pada serat-serat kain tersebut.


Pam Moon, salah satu ahli kimia yang terlibat dalam penelitian kain kafan Turin pada tahun 1988 juga mengkonfirmasi bahwa kain kafan yang harusnya 100 persen serat flax atau serat linen, pada potongan yang diambil untuk proses penanggalan karbon, tampak memiliki dua jenis serat berbeda.
Eureka!
Inilah kuncinya mengapa karbon dating meleset!


Joseph (Joe) Marino seorang Sindenologis (ahli kain kafan Turin) yang diwawancarai oleh Mike Creavey dari situs Gracious Guest, mengatakan berdasarkan hasil evaluasi, ada beberapa catatan penting, mengapa kemelut hasil penanggalan karbon, C-14 menjadi blunder, yaitu: sample kain yang diambil adalah bagian paling luar dari kain. Kenapa pasal?
“Karena proses analisa carbon dating akan merusak kain dan paus tidak menginginkan kerusakan, para ahli kemudian sepakat mengambil sample di bagian yang paling luar,” ujarnya.


Namun belakangan, dari hasil citra foto resolusi tinggi, bisa dilihat bahwa di ada dua jenis serat pada bagian tepi kain yaitu serat linen (kafan dibuat dari serat linen yang mahal harganya) namun ada juga serat katun yang ditenun dengan sangat halus terjalin sempurna pada kain kafan.


Hasil tes kimia pada sample yang tersisa juga memperlihatkan ada kandungan kimia berbeda antara katun dan linen. Artinya ada dua jenis serat kain! Padahal kain kafan harusnya 100 persen serat linen.


Mengapa ada serat katun pada kain linen? Ingat kisah kebakaran di Chamberry?

Kemungkinan terbesar adalah karena Ratu Margaret dari Savoia, yang menyerahkan kain ini kepada suster juga memerintahkan perbaikan, dan perbaikan itu tidak dilakukan oleh para suster, tapi oleh para ahli tenun di Austria yang dikenal ahli dalam teknik invisible weaving atau “tenun tak kasat mata” yang juga bertugas merestorasi kain-kain mahal dan gaun indah yang pernah rusak, bisa kembali tampak tanpa cacat cela.


Kekuasaan kerajaan Savoia memang pada saat itu menjalar hingga Austria, sehingga ratu memiliki akses langsung pada para pengrajin yang terampil ini.


Selain itu, Joe mengatakan, pengambilan sample pada tahun 1988 itu juga dianggap tak cukup mewakili, karena hanya mengambil bagian ujung saja dan tidak mengambil sample pada bagian lainnya sebagai pembanding.


Mengingat proses penenunan yang dilakukan oleh ahli dari Austria diperkirakan terjadi pada tahun 1353-an maka tidak heran bila hasil uji karbon menunjukkan “hasil rata-rata” yaitu periode 1260-1390.


Sementara itu, di Padova, Italia, Profesor Fanti, dengan berbekal bukti fisik berupa selembar benang sepanjang 15 micrometer, harus melakukan uji “load baring” (kekuatan beban pada serat) dan karena samplenya sangat kecil, ia harus membangun alat penguji dan mengkalibrasinya agar sesuai dengan standar penelitian namun bisa digunakan untuk serat yang sekecil itu.


Hasilnya, kain menunjukkan perkiraan usia 400 tahun lebih tua dari hasil tes penanggalan karbon. Wow, ini indikasi bagus!


Fanti juga melakukan riset pustaka, ia memeriksa buku-buku tua yang dibuat pada tahun 600 an dan ada beberapa gambar yang memperlihatkan citra Yesus seperti pada kain namun kain kafan masih utuh atau belum terbakar.

Selain itu juga ada lukisan dan koin dengan wajah seperti wajah di kain kafan yang dibuat sebelum abad ke-12.

Artinya kalau dari riset pustaka, gambar kain kafan sudah muncul sebelum abad ke-12, maka tidak mungkin kain kafan Turin dibuat pada tahun 1200-1300-an tapi jauh sebelum kain itu berada di tangan keluarga Savoy.

Lukisan abad ke 6 yang memperlihatkan citra kain kafan.
Lukisan yang memperlihatkan wajah Yesus, mirip pada citra kain kafan, dibuat sebelum abad ke 12.
Mata uang yang digunakan sebelum abad ke-12 memperlihatkan citra wajah pria dari kain kafan.


Berbekal riset pustaka, ia melanjutkan dengan tes inframerah dan hasilnya menunjukan usia 1000 tahun lebih tua dari hasil penanggalan karbon, sehingga mendapat rata-rata tahun 33 Masehi, persis saat Yesus masih hidup! Eureka!


Melalui mikroskop, Fanti terkesiap, melihat bahwa benang tersebut terdiri dari jalinan 200 serat namun hanya satu serat yang berwarna gelap, seolah “diwarnai” namun tidak mungkin proses pewarnaan itu dilakukan tangan manusia karena skala benangnya mikroskopik, yaitu 1 serat/199 serat. Dan proses itu seragam di seluruh kain kafan sehingga menjadi gambar/image tubuh’ yang demikian detail.


“Tidak mungkin manusia menjalin tenunan karena hanya satu serat yang berwarna coklat dan ada 199 serat yang tidak berwarna. Proses ini, bukan hasil tangan manusia,” ujarnya.
Ia terus melanjutkan penelitiannya dengan menerapkan ilmu thermal imaging juga VP8 analizer dan 3d Photographic image.


Dengan ilmu analisanya, maka kain Turin mampu memberikan informasi densitas antara jarak kain dengan tubuh yang pernah bersemayam dan terbungkus kain tersebut.
Ia mengatakan citra yang menempel pada kain itu memiliki kadar gelap terang yang berbeda, sehingga kain ini mampu memberikan citra 3 dimensi bagai sebuah relief postur manusia.
Tak hanya itu, ia juga tak lupa menghitung bias jarak yang mungkin terjadi antara tubuh dengan kain kafan tersebut agar citra 3 dimensinya menjadi presisi.

Tubuh sosok citra kain kafan Turin yang dibuat dalam tiga dimensi, berdasarkan penelitian Prof. Fanti.
Pemindaian dengan analisa Therman dan VP8 pada kain kafan Turin oleh Profesor Fanti memperlihatkan dengan presisi jenis dan jumlah luka-luka yang mendera tubuh Pria dalam kain kafan Turin.


Berdasarkan analisa dan penghitungan thermal ia mendapatkan informasi mengenai ukuran tubuh bahkan berapa banyak luka yang diderita oleh “sosok misterius” tersebut, yaitu bahwa sosok ini memiliki tinggi badan 5 kaki dan 12 inci (180,34cm), sebuah ukuran yang luar biasa sebab rata-rata tinggi badan orang pada umumnya di masa itu adalah 5 kaki 5 inci.
Selain Itu, ia juga menemukan jejak 370 luka di sekujur tubuh depan dan belakang. “Namun karena kain kafan tidak mengenai bagian samping tubuh, saya perkiraan setidaknya sebetulnya tubuh itu mengalami setidaknya 600 luka,” ujarnya.


Dari hasil analisanya tersebut, untuk pertama kalinya dibuat imaji 3 dimensi yang memperlihatkan relief alamiah tubuh manusia yang didapat dari citra kain kafan Turin.


“Dari semua hasil karya seni yang pernah ada di dunia, ini adalah satu-satunya citra yang bisa dipetakan citra gelap-terangnya, menjadi wujud 3 dimensi! Tidak ada satu lembarpun kain lain yang memiliki citra yang seperti ini,” ujarnya.


Untuk membuat figur dalam kain kafan, is bekerja sama dengan pematung Sergio Rodella yang membuat figur tiga dimensi dari kain kafan, lengkap dengan semua informasi luka-luka yang ditampilkan oleh kain kafan.

Pematung yang mewujudkan tubuh 3 dimensi sesuai informasi pemindaian Prof. Fanti.


Tubuh di dalam kain kafan itu tampak kaku, pundak, leher dan kepala terangkat dalam posisi terkunci, mulut dan giginya kaku, demikian pula lututnya menekuk kaku seolah terkunci.

Proses pembuatan patung.


Para ahli di bidang forensik dari kepolisian Swiss yang terlibat pada penelitian tahun 1988, mengatakan kain kafan jelas memgandung darah dan bukan gambarnya hasil sapuan kuas, bukan pewarna tumbuhan atau darah hewan, dan tidak mengindikasikan teknik yang populer dikenal pada abad pertengahan.
Golongan darah di kain ini terindikasi AB, persis sama dengan darah pada relik saputangan yang kini disimpan di Spanyol.


Dalam kitab suci disebutkan saat memanggul salib, Yesus kelelahan dan sempat mengusap lukanya dengan sapu tangan milik seorang saksi mata.
Selain itu dari hasil pemindaian terlihat bahwa wajah sosok ini bengkak akibat penyiksaan demikian juga tangan dan kakinya bengkak akibat deraan yang panjang.

Kira kira posisi kain kafan yang menutup jenazah Yesus
Proses pemindaian citra kain kafan dua dimensi menjadi tiga dimensi.


Bagai Citra Rekam Medis
Dari kain ini, para ahli bagaikan melihat hasil scan x-ray dimana telapak tangan bawah memiliki luka bekas paku yang lukanya menembus hingga ke pergelangan tangan.
“Prajurit Romawi tahu persis jika yang dipaku telapak tangan bagian tengah maka tangan akan robek tak kuat menahan beban tubuh, oleh karena itu untuk membuatnya tak bergerak, maka paku harus diletakkan di telapak tangan bagian bawah menembus hingga ke pergelangan tangan persis seperti citra yang tampil pada kain Kafan,” tutur Fanti.


Tak hanya itu, hasil pemindaian di bagian kepala juga memperlihatkan bercak darah dan luka-luka persis kisah dalam kitab suci yang mengatakan Prajurit Romawi memasangkan mahkota duri di kepala Yesus. Darah juga tampak mengucur di bagian dahi.


Fotografer Barrie Schwortz yang turut terlihat dalam pemotretan Kain kafan dalam Shroud Of Turin Research Project (STURP) yang dilaksanakan pada 1978, mengatakan dirinya kaget saat melihat fisik kain kafan dimana biasanya bercak darah pada kain biasanya berwarna coklat, namun ini berwarna merah.


Keheranan Barrie ini dijawab oleh sejawatnya, seorang ahli kimia dalam darah, Dr Alan Adler yang terlibat dalam proyek ini, menjelaskan bahwa secara sains, orang yang mengalami shock dan trauma 24 jam, dalam kondisi dehidrasi dan kehabisan darah, maka sel-selnya akan pecah, organ hati juga pecah dan mengakibatkan sel darah bertemu dengan enzimi bilirubin yang mengakibatkan darah tetap berwarna merah dan tidak berubah menjadi coklat.

Barrie Schwortz fotografer Yahudi yang turut terlibat dalam riset Kain Kafan Turin sejak 1978.


Seperti diceritakan Alkitab, Prajurit Romawi menusuk lambung hingga uluhati Yesus. Maka itulah Yang menyebabkan darah pada Kain Kafan Turin tetap berwarna merah.


Dari segi fotografi, Barrie sendiri keheranan karena fotografi adalah seni yang membutuhkan cahaya, sementara kain kafan ini tampak dapat membentuk citra dalam situasi kamar gelap (camera obscura) di dalam gua.


“Seumur hidup saya belum pernah saya menemukan fenomena ini,” ujarnya.


Sejak itu, Barrie dan Juga Alan Adler yang sama-sama yang merupakan keturunan Yahudi dan tak pernah mempercayai kisah Yesus, menganggap Kain Kafan Turin ini sebagai “karya Ilahiah yang menggetarkan hati”. “Tak ada teknologi pada masa itu, yang dapat membuat citra seperti ini,” ujarnya.


Para ahli juga membandingkan seribuan kain kafan yang digunakan untuk membungkus para penjahat yang menerima hukuman salib selama masa penjajahan Romawi di Yudea, tidak ada satupun yang memberikan jejak imaji seperti kain kafan Turin.


“Ada sekitar seribu kain kafan yang digunakan untuk membungkus mayat korban penyaliban, namun paling kain itu hanya mengandung tetesan darah, tapi tidak ada satupun yang memperlihatkan citra gambar tubuh seperti halnya kain Turin,” tambahnya.


Apa Kata Forensik Tentang Tubuh Yesus yang Lututnya Tertekuk Kaku?


Dalam konteks hukum, kain Turin adalah “corpus delicti” atau material bukti pembunuhan karena mengandung darah. Oleh karena itu, penelitian itu juga melibatkan ahli-ahli forensik dari kepolisian Swiss, yang dianggap negara netral.


Menurut ahli forensik, dari hasil pemindaian citra kain kafan, tampak bahwa sosok lutut tertekuk dan pundak dalam kondisi kaku yang “terkunci” atau mengalami tanda-tanda kematian (rigor mortis), termasuk kaku pada leher, mulut dan gigi.


Dari hasil pemindaian terlihat indikasi post mortem berupa kelopak matai yang tertutup, mengalami kekakuan pada leher, rahang dan tubuh serta bagian perut yang membengkak. Forensik mengatakan, ada jejak kontak antara kain dengan darah selama 24-48 jam, namun tubuh tidak sempat mengalami decomposing (pembusukan).


Memasuki periode setelah durasi 48 jam, setelah kematian, ada tanda-tanda warna yang tadinya kuat pada kain, tiba-tiba memudar, artinya tubuh seolah bergeser atau terbangun.
Jadi dalam durasi 72 jam.

Ada kronologi yang penting yaitu tanda-tanda kematian dan kontak dengan kain antara 24-48 jam pertama, namun setelah 48 jam alih-alih membusuk, indikasi warna malah memudar, menunjukkan tubuh itu bangkit.


Fenomena ini dijawab oleh ahli DNA dengan menjelaskan bahwa darah manusia mengandung DNA dan DNA mengandung listrik.

Para ahli Fisika mengatakan DNA manusia mengandung listrik dan memancarkan cahaya UVB yang sifatnya mirip cahaya laser.


Menurutnya, ketika manusia mengalami sakit yang amat sangat, secara natural tubuh akan memberikan reaksi kejutan listrik.


Namun spesifik dalam proses kematian sosok ini, bukannya pembusukan malah perpindahan sel yang memberikan resonansi

gelombang/signal elektrik/radiasi UV, yang kemudian seolah terpatri atau tercetak pada Kain.


Untuk membuktikan teorinya ini Fanti sengaja mengambil kain kafan yang masih baru, kemudian di laboratoriumnya ia memberikan cahaya UVB laser (bukan UVB sinar matahari) dan dalam waktu 24 jam, mulai terlihat kain kafan menguning seperti yang terjadi pada kain kafan Yesus.

Untuk membuat percobaan ini, Ia harus menggunakan daya listrik yang sangat besar dan sangat berbahaya, namun dia beruntung kampusnya memberikan ijin padanya untuk menjalankan uji tersebut.


Dengan demikian, jelaslah kain kafan merupakan hasil peoduksi semacam cahaya laser yang berlangsung di dalam gua dengan durasi sekitar 24-48 jam.


Secara sains, DNA memang diketahui mampu memancarkan sinar seperti gelombang laser.
Karena citra pada kain kafan Turin adalah citra laser dimana teknologi itu tidak eksis pada masa itu, maka kain ini tak sekedar bukti forensik dari sebuah upaya pembunuhan keji, ini adalah bukti sains dari objek yang mengalami kematian, namun tidak mengalami pembusukan malah memberikan indikasi jejak kebangkitan.

Kain ini juga bagai rekam medis yang secara sekaligus mampu menghasilkan citra yang photographic, holografik dan juga berupa X-ray!

Rasul Yohanes pada Injil Yohanes 8:12 “Akulah terang dunia”.


Sampai saat ini, Vatikan belum berencana untuk melakukan pemindaian karbon sebagai pembuktian ulang. Kain kafan juga disimpan dalam kondisi steril anti bakteri, sehingga para ahli khawatir semua jejak karbon yang ada pada kain Turin telah “mati”.

Salam dari Milan, Italia.

Terima kasih khusus saya sampaikan untuk Mike Creavey dan Barrie Schwortz, yang telah meluangkan waktunya untuk berkoresponsensi melalui email.

Tulisan ini dibuat sebagai tulisan pribadi, tanpa sponsor.


Referensi
• Anggota peneliti S.Tu.R.P. 1978:
• Joseph S. Accetta, Lockheed Corporation (Turin researcher in 1978)
• Allan Adler, Western Connecticut State University
• Steven Baumgart, Air Force Weapons Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Ernest H. Brooks II, Brooks Institute of Photography (Turin researcher in 1978)
• Robert Bucklin, Harris County, Texas, Medical Examiner’s Office (Turin researcher in 1978)
• Donald Devan, Oceanographic Services Inc. (à Turin en 1978)
• Robert Dinegar, Los Alamos National Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Rudolph J. Dichtl, University of Colorado (Turin researcher in 1978)
• Thomas F. D’Muhala, Nuclear Technology Corporation (Turin researcher in 1978)
• Jim Drusik, Natural History Museum of Los Angeles County
• Mark Evans, Brooks Institute of Photography (Turin researcher in 1978)
• Joseph M. Gambescia Sr., St. Agnes Medical Center – Medical analysis
• John D. German, Air Force Weapons Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Roger Gilbert, Oriel Corporation (Turin researcher in 1978)
• Marty Gilbert, Oriel Corporation (Turin researcher in 1978)
• Thomas Haverty, Rocky Mountain Thermograph (Turin researcher in 1978)
• John Heller, New England Institute
• John P. Jackson, U.S. Air Force Academy (Turin researcher in 1978)
• Donald Janney, Los Alamos National Laboratories (Turin researcher in 1978)
• Joan Janney, Los Alamos National Laboratories (Turin researcher in 1978)
• Eric J. Jumper, U.S. Air Force Academy (Turin researcher in 1978)
• J. Ronald London, Los Alamos National Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Jean Lorre, Jet Propulsion Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Donald J. Lynn, Jet Propulsion Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Vernon D. Miller, Brooks Institute of Photography (Turin researcher in 1978)
• Roger A. Morris, Los Alamos National Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Robert W. Mottern, Sandia Laboratories (Turin researcher in 1978)
• Samuel Pellicori, Santa Barbara Research Center (Turin researcher in 1978)
• Raymond Rogers, Los Alamos National Laboratory (Turin researcher in 1978)
• Larry Schwalbe, Los Alamos National Laboratory
• Barrie M. Schwortz, Barrie Schwortz Studios (Turin researcher in 1978)
• Diane Soran, Los Alamos National Laboratory
• Kenneth E. Stevenson, IBM (Turin researcher in 1978)
• Paper ilmiah berkaitan dengan Kain Kafan Turps://youtu.be/LLnCIp3OVmE
• Kain Kafan Turin adalah Citra warna terbalik (slide positif).
• https://youtu.be/efEDb2jHyMY
• Penjelasan Barrie Schwortz
• //youtu.be/4G4sj8hUVaY
• Wawancara dengan Joe Marino
• https://youtu.be/pdBarYfvfpE
• https://youtu.be/LLnCIp3OVmE
• https://phys.org/news/2019-07-shroud-turin.html

https://youtube.com/@TheGraciousGuest

7 thoughts on “Rahasia Kain Kafan Sakral Dalam Sehelai Benang”
  1. I blog quite often and I genuinely thank you for your content.
    This great article has really peaked my interest.
    I will take a note of your blog and keep checking for new information about once per week.
    I opted in for your Feed too.

    1. Wow thank you so much for your apreciation, which part two that would you like to know? I am in contact with the expert, i will try to address your questions when i see them. Now I am in recovery mode after the operation on my knee, when i am recover, i will try to update this. Thank you so much for your kind attention.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X