RI3SKA.COM – Dunia berada dalam situasi yang sangat buruk dan kombinasi antara pandemi, kenaikan harga dan perang di berbagai negara, membuat dunia saat ini lebih parah dari krisis tahun 2008- Demikian dikatakan oleh Dr. Arif Hussain, Kepala Ekonomi World Food Programme, WFP dalam pertemuannya dengan Asosiasi Jurnalis Asing di Roma, Italia, Rabu (23/3/2022).
ia mengatakan perang di banyak negara antara lain Yaman, Suriah, dan Ukraina membuat harga-harga melonjak naik hingga 44 persen, sementara pendapatan masyarakat justru menurun.
“Kita akan berada dalam keadaan yang lebih buruk. Sebagai gambaran, Ukraina ini memasok gandum ke banyak negara, sekitar 26 negara mengimpor lebih dari setengah gandum mereka dari negara ini,” ujarnya.
Situasi pandemi, kenaikan harga bahan bakar dan perang saat ini, membuat biaya secara umum naik sekitar 44 persen lebih tinggi dari tahun 2019 dan lebih tinggi karena kenaikan harga komoditas pangan dan juga kenaikan harga bahan bakar.
“Kenaikan ini artinya nilainya setara dengan 71 juta dolar per bulan lebih banyak, yang berarti 852 juta dolar selama setahun lebih banyak dan itu 852 juta dolar bisa memberi makan 3,8 juta orang selama setahun,” paparnya.
Bagian lain adalah adanya kelaparan di dunia. “Tahun lalu, kami membuat rekor tertinggi dengan membantu 128 juta orang berupa uang tunai dan makanan, itu rekor tertinggi kami dalam 60 tahun lebih dalam sejarah, dibutuhkan sekitar 20 miliar dolar untuk operasi tersebut dan yang kami butuhkan tahun ini, kami kekurangan sekitar 10 miliar dolar,” tuturnya.
“Jadi setelah covid, dengan semua kenaikan harga ini, dengan semua perang yang terjadi, ini adalah koktail yang mengerikan,” tandasnya.
Warga Indonesia di Italia Mulai Merasakan Dampak Kenaikan Harga dan Perang
Dampak kenaikan bahan bakar membuat warga Indonesia di Italia ketar-ketir sebab harga-harga untuk keperluan energi meningkat.
Elsje Datudey yang telah lebih dari 10 tahun mukim di Italia menemukan tagihan listriknya melonjak naik.
“Biasanya kita bayar per dua bulan dua ratus Euro lebih, sekarang kita bayar 300 Euro lebih. waduh kita ini bagaimana ya untuk ke depannya lagi, mudah-mudahan bisa berangsur turun, itu yang kita harapkan” tuturnya.
Tak kurang prihatin, Ivone Mohede yang telah tiga dasawarsa mukim di Italia namun dua tahun terakhir ini kehilangan pekerjaan akibat pandemi juga mengaku kesulitan- “Selama covid ini sudah dua tahun tidak bekerja, musti bayar angsuran rumah, angsuran listrik, gas dan kondominium, tinggal gantung diri nyari duitnya.,” tuturnya pilu.
Senada dengan warga yang lain, Aline Mosca yang mukim di luar kota Milan juga merasa keberatan dengan harga bensin yang melonjak. “Biasanya 1,19 Euro per liter sekarang 2,19 Euro per liter, jadi naiknya berasa banget buat yang biasa bawa mobil,” ujarnya.
Pasangan suami istri, Bagus dan Toya yang telah belasan tahun mukim di Italia juga merasakan imbas negatif dari kenaikan harga energi ini.
“Kita terima tagihan gas tiba-tiba meningkat tiga kali lipat dari tahun lalu, padahal konsumsinya berkurang, biasanya 340 euro sekarang 900, jadi benar-benar terasa, ini akibat dari perang antara Rusia – Ukraina itu mungkin ya, jadi sekarang itulah akibatnya,” ujar mereka prihatin.