RI3SKA.COM – Dewan Juri Nepal International Film Festival (NIFF) menganugerahkan penghargaan “Gunung Everest”, sebuah penghargaan film dokumenter terbaik dalam kategori DOCS pada film dokumenter tentang Suku Mentawai berjudul ‘Return to the Lost Eden’ yang disutradarai sineas dokumenter Italia, Adriano Zecca demikian disampaikan langsung oleh Adriano Zecca kepada ri3ska.com di Milan, Selasa (11/5).

Pengumuman diberitakan pada situs resmi NIFF dimana dewan juri mengatakan: “Dalam semangat etnografi sejati dimana kekuatan pembuat film dari luar diakui dan tampilan orientalistik dianggap usang, bersama keluarganya, Adriano Zecca mengunjungi kembali Mentawai. Reuni mereka di Pulau Siberut, Indonesia membawa kita melakukan perjalanan napak tilas melintasi waktu dan ingatan, kerinduan dan cinta yang menghubungkan kemungkinannya kembali kepada kenangan dan komunikasi lintas jarak, bahasa, budaya, dan warna kulit. “Return to the Lost Eden”, seperti nama film ini, adalah pesan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dengan cepat menjadi langka di dunia yang kian mengglobal ini”.

Adrinao Zecca melakukan sebuah proyek dokumentasi panjang dalam rentang waktu 50 tahun. Ia pertama kali mengunjungi Siberut pada tahun 1969 dan kembali bersama keluarganya pada tahun 2019. Melalui surat elektronik pada redaksi ri3ska.com, Ia menyampaikan rasa gembiranya, demikian pula puteranya Eloy Zecca yang berkolaborasi dengan ayahnya sebagai kameramen dalam proyek dokumenter ini, menyatakan hal yang sama. Selain itu, film ini juga terpilih dalam Festival Film Independen Dimensi ke-4 di Bali, Indonesia.

NIFF 2021 dimotori oleh panel juri yang beranggotakan 4 orang yang diketuai oleh Prof. Fowzia Fathima seorang sinematografer, pembuat film dokumenter dari India dan melibatkan Raj Bhai Suwal (sutradara fotografer dari Nepal), Dr. Swarnavel Eswaran dokumenter pembuat film dan profesor asosiasi dari Amerika Serikat serta Yulia Kovanova, artis, pembuat film lingkungan, kurator dari Skotlandia.

Selain itu beberapa film lainnya yang mendapat penghargaan dalam festival ini, antara lain adalah Penghargaan untuk Film Pendek Nasional Terbaik diberikan kepada ‘A Scarecrow’ dari Nepal, disutradarai oleh Rajesh Prasad Khatri.
Mengenai film ini, dewan juri mengatakan: “Film dengan tempo yang indah, membangkitkan rasa yang kuat dimana orang-orangan sawah berhasil menyampaikan argumen mengharukan yang mendukung kesetaraan pendidikan anak, dengan sentuhan ringan dan fokus halus pada realitas sehari-hari yang berkisar seputar ketidakamanan ekonomi, mata pencaharian, perampasan, pengucilan, marginalitas, dan gender”.

Penghargaan Bagmati dianugerahkan untuk kategori “Shorts Live Action” dimenangkan oleh ‘God’s Daughter Dances’ dari Korea Selatan, yang disutradarai oleh Sungbin Byun. Dewan juri berpendapat “Tarian Putri Dewa”s sangat menggugah dalam pemaparannya yang mengangkat tentang isu politik dan seputar orientasi seksual dengan diiringi seni tarian yang terombang-ambing di persimpangan transphobia, negara, patriarki, marginalisasi dan pemberontakan. Film Ini sangat pedih dan mampu menampilkan politik yang aneh dan penegasan martabat kepribadian artistiknya dalam keberadaan sang tokoh utama, Shin-mi.

Sementara itu, Penghargaan Manjushree diberikan dalam kategori Animasi Pendek kepada “Überfrog” dari Finlandia, disutradarai oleh Tuomas Kurtakko, yang kisahnya dimulai dengan katak yang memiliki mata dan sayap yang menonjol sedang mengejar capung.

Tetapi dalam pengejarannya yang sia-sia secara bertahap tersebut, membuat katak menyadari intisari keberadaannya – ia dapat hidup di darat dan di air. Ruang di antaranya menjadi alasan kegembiraannya karena dapat menjangkau spesies di kedua sisi saat mengejar, memancing dan memburu. Dengan demikian, kesadaran sang amfibi, katak menjadi sebuah karya film animasi yang kreatif dan produktif.

“Film ini adalah metafora untuk inklusivitas dan hidup berdampingan daripada persaingan dan penaklukan. Ini menarik perhatian kita pada masalah topikal hilangnya habitat karena manusia yang menjajah,” demikian dikatakan dewan juri.

Penghargaan untuk Film Terbaik dalam Pameran Film Pandemi diberikan kepada film dokumenter ‘Civil Soldiers’ dari Nepal, yang disutradarai oleh Ganesh Pandey, menceritakan tentang kisah Tentara Sipil dan warga sipil yang bekerja atas nama kemanusiaan selama pandemi, yang merupakan tantangan terbesar yang pernah dihadapi dunia.

Semangat komunitas di antara para prajurit sipil yang mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan dan melindungi sesamanya serta pencatatan semangat kemanusiaan mereka yang tangguh dalam melayani menjadi penilaian utama para dewan juri. Selanjutnya faktor estetika dan kemahiran teknis merupakan hal sekunder dari semangat layanan lintas demografi yang membuat film ini dianggap layak meraih penghargaan pada festival tahun ini.

Lebih lengkap mengenai film dokumenter di pulau Siberut dan Adriano Zecca, dapat dilihat pada tautan ini: https://www.youtube.com/watch?v=XZD3-TfE1NY

Penulis: Rieska Wulandari
Editor: Julie Ghinami

By Redaksi

Minds are like parachutes; they work best when open. Lord Thomas Dewar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X