Wawancara Ekslusif dengan Dubes untuk Italia, Malta, San Marino dan Siprus serta FAO, IFAD, WFP dan UNIDROIT, Esti Andayani.
RI3SKA.COM – Menanggapi setahun pandemi, Duta Besar Esti Andayani mengatakan bahwa Italia telah tepat dalam menangani lockdown,
“Pemerintan di sini sangat ‘tepat’ waktu mereka lockdown. Mereka mengatakan semua kegiatan tutup, kecuali toko dan supermarket (toko serba ada) yang menyediakan logistik sebagai kebutuhan utama. Sempat sedikit terjadi kekosongan tapi setelah besoknya, stok kembali penuh,” Dubes mengatakan pula bahwa pada awal pandemi di Italia, warganya memang enggan menggunakan masker, tapi protokol yang diterapkan sangat jelas dan ketat, bahkan ia kagum dengan ketatnya peratuan dan penerapannya, sebab ia pun pernah “ditangkap” oleh petugas saat sedang dalam perjalanan dari kantor kedutaan menuju ke bank, walaupun mesin ATM lokasinya tidak sampai 1 km dari kantor kedutaan.

Dalam kisahnya Dubes mengatakan, pada hari Minggu itu ada keperluan belanja, untuk itu ia harus mengambil uang tunai di ATM sebuah bank yang lokasinya tidak jauh dari kantor, namun karena uang tunainya tidak tersedia di cabang pertama, terpaksa melanjut ke ATM bank yang sama dan lokasinyapun tidak jauh dari Wisma Duta. Dalam perjalanan itulah, Dubes yang telah menyiapkan surat keterangan jalan dengan mencantumkan alamat Bank yang pertama, telah diberhentikan oleh seorang petugas kepolisian Italia dan menanyakan tujuan dari kepergiannya yang ternyata berbeda alamat dengan ATM Bank yang kedua.
“Setelah petugas melihat ID saya sebagai Duta Besar, saya diizinkan melanjutkan perjalanan dengan menulis alamat bank kedua dalam surat dan ditandatangani. Nama saya tetap dilaporkan dalam proses pencatatan bahwa saya berjalan di kawasan tersebut, karena saya ada di area Wisma yang jaraknya tidak sampai 1 km, jadi saya tidak kena denda. Sebuah pengalaman menarik, meski mereka tahu saya Duta Besar, tapi saya tetap dicatat dalam pelaporan mereka sebab terbukti bahwa mereka bertemu saya di jalan. Itu yang namanya penegakan hukum. Aturan ya aturan,” lanjutnya.
Selanjutnya Dubes menyampaikan pula kekagumannya atas kebersihan kota Roma selama masa pandem, meski sering tersiram hujan, gedung tetap bersih, demikian juga alam sekitar.
Situasi pandemi, menurutnya seperti dalam perang tapi berbeda sebab musuhnya tidak terlihat.
Yang membuat depresi adalah kita tidak bisa kemana-mana dan banyak berita yang menakutkan bahkan bersifat hoax. Ada yang takut dan banyak orang tua yang mencari tahu kondisi anak-anaknya yang sedang studi di italia, yang pada awalnya (sebelum karantina penuh), protokol pun belum solid.
Tantangan lainnya adalah bagaimana mengatur para mahasiswa Indonesia yang sedang studi di italia. Pada masa karantina, universitas dan kampus meminta para siswa Indonesia untuk tetap berada di Italia, sebab tidak ada yang tahu kapan karantina akan berakhir. Namun demikian akhirnya pada waktu memasuki musim panas para mahasiswa diperbolehkan pulang dan kembali lagi ke Italia untuk melanjutkan studi di bulan September.
“Kita harus fasilitasikan mereka supaya mereka bisa pulang dan bisa kembali lagi ke sini, sebab kita harus jelas batas waktunya untuk kantor imigrasi di sini,” ujarnya.
Duta Besar dalam kesempatan wawancara tersebut juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada warga Indonesia di Italia yang kompak dan tidak panik serta aktif tergabung dalam komunikasi grup Whatsapp untuk saling memberikan informasi secara rutin.
“Yang saya suka di sini, orang tidak panik,” tuturnya.
Ia juga bersyukur bahwa selama setahun pandemi tidak banyak WNI yang terinfeks, kalaupun ada mereka umumnya sembuh, yang banyak terinfeksi justru para Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja dalam badan kapal pesiar. Banyak dari mereka yang terinfeksi dalam masa pelayaran mereka dan semua pelabuhan menolak kapal mereka menepi ke pelabuhan.
“Yang paling berat adalah para ABK ini tidak diterma dimana-mana, untuk pulang ke Indonesia juga tidak bisa. Indonesia juga takut menerima orang dari Italia, ditambah lagi ada berita tentang ratusan peti mati dan hoax tentang Perdana Menteri Italia sudah menyerah tapi wajahnya Presiden Brazil. Herannya, sampai sekaang hoax ini masih ada, padahal PM Italia saja sudah ganti,” lanjutnya.
Dubes juga menyatakan rasa syukurnya karena di tengah-tengah masa pandemi telah terjalin kerjasama yang baik dengan Pemerintah Italia dalam membebaskan dua nelayan Indonesia yang bekerja di kapal ikan Italia dan ikut disandera oleh teroris di Libya, yang juga sekaligus merupakan tugas kedutaan Indonesia melaksanakan repatriasi WNI dari Italia terutama para turis dan Warga Negara Italia dari Indonesia yang ingin kembali ke tanah air mereka.
Dubes menyebutkan, ada beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik dari setahun pandemi dan bagaimana Italia menjalankan proses karantina, antara lain menurutnya, masyarakat tetap mendapatkan akses untuk mendapat logistik dan tetap menjaga ketersediaan logistik.
Pemerintah juga tetap memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bekerja dengan protokol kesehatan yang ketat. “Saya kira di Indonesia bisa begitu, kalau dilakukan dengan protokol yang baik dan benar. Jadi tidak perlu ada argumen ‘saya harus cari makan’, lalu tidak menerapkan protokol,” tuturnya.
Ia juga memandang pemerintah Italia memahami betul keperluan masyarakat. “Pada saat pembukaan bertahap, yang dibuka pertama justru toko perlengkapan bayi, karena bayi itu dari umur 1 menuju 3 bulan, bajunya harus ganti. Di Indonesia hal ini tidak terpikirkan, tapi di Italia kebutuhan anak-anak sangat dipikirkan,” ujarnya.
Selain itu, Dubes juga menyerukan agar dimanapun masyarakat Indonesia berada, sebaiknya melakukan koordinasi dan pelaporan pada kedutaan setempat agar memudahkan petugas untuk koordinasi dan memberikan bantuan serta perlindungan bila dibutuhkan.
Wawancara lengkap bagian 1 dan 2 dapat dilihat pada tautan berikut ini:
https://www.youtube.com/watch?v=SvKsB7-RoN4&t=120s
https://www.youtube.com/watch?v=HCRTwTEnZ1I&t=13s
Penulis: Rieska Wulandari
Editor: JG, Claudia Magany